Saturday 3 October 2015

Manajemen Keuangan Syari'ah Tentang Konsep Uang Dalam Islam



BAB I
PENDAHULUAN

      I. 1      Latar Belakang
Uang adalah segala sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat umum sebagai alat tukar menukar dalam lalu lintas perekonomian. Banyak orang yakin bahwa uang merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan, dan orang tidak pernah merasa cukup dalam memilikinya. Akan tetapi, para ahli ekonomi berpendapat bahwa kenaikan jumlah uang beredar di dunia, tidak akan membuat hidup orang lebih bahagia. Alasannya adalah, meskipun dengan uang itu orang dimungkinkan untuk membeli output orang lain, jumlah barang dan jasa yang tersedia bagi setiap orang untuk dibeli tergantung pada jumlah output yang dihasilkan, bukan tergantung pada jumlah uang yang dimiliki oleh semua orang. Kenaikan jumlah uang beredar di dunia tidak akan mengubah jumlah barang yang dihasilkan dan barang yang tersedia untuk konsumsi, walaupun jumlah uang itu mungkin akan menyebabkan timbulnya inflasi.[1]         
Konsep uang dalam perspektif islam berbeda dengan konsep uang dalam perspektif konvensional. Dalam perspektif islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang dalam perspektif konvensional sering kali diartikan secara bolak balik, yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital. Karena besarnya peranan uang dalam kehidupan di dunia, serta adanya keracuan konsep uang dalam pemikiran konvensional, maka dibutuhkan kajian-kajian mendalam mengenai uang, agar keberadaan uang tersebut dapat menciptakan maslahah.

      I. 2      Rumusan Masalah
1.     Apa itu uang dan apa fungsinya serta bagaimana sejarah perkembangananya?
2.     Apakah time value of money itu? dan bagaimana  konsepnya?
3.     Bagaimana konsep uang dalam islam?
4.     Bagaimanakah konsep economic value of time itu?

      I. 3      Tujuan
1.     Memahami apa yang dimaksud dengan uang, fungsi uang, serta sejarah perkembangannya.
2.     Memahami apa yang dimaksud dengan time value of money beserta konsepnya.
3.     Mengetahui konsep uang dalam islam.
4.     Memahami apa yang yang dimeksud dengan economic value of time.

















BAB II
PEMBAHASAN

     II. 1     Definisi Uang (Nuqud)[2]
Kata uang (nuqud) tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi SAW karena bangsa Arab umumya tidak menggunakan kata nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas, kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan kata wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk menunjukkan dinar emas. Sedangkan kata fulus (uang tembaga) alat tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah.
Kata dirham, dinar, dan wariq terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits. Firman Allah SWT.: “Di antara ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak (qinthar), dikembalikannnya kepadamu; dan di atara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu mengaihnya.” (QS. Ali Imran: 75)
Firman Allah yang menceritakan tentang Nabi Yusuf: “Dan menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada yusuf.” (QS. Yusuf: 20)
Dan firman Allah SWT menceritakan tentang Ashabul Kahfi, “Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu (Wariq) ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun.” (QS. Al Kahfi: 19)
Nabi SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan: “Jangan kalian jual satu dinar dengan dua dinar, dan satu dirham dengan dua dirham.” Juga Nabi SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudry: “Jangan kalian jual emas dengan emas, perak dengan perak kecuali sama nilai, ukuran dan timbangan”.
Menurut Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun, uang adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran, dan media simpanan.[3]
Dr. Muhammad Zaki Syafi’i mendefinisikan uang sebagai Segala sesuatu yang diterima khalayak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban.
Sedangkan J.P Coraward mendefinisikan uang sebagai Segala sesuatu yang diterima secara luas sebagai media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai standar ukuran nilai harga dan media penyimpan kekayaan.
Boumoul dan Gandlre berkata: “Uang mencakup seluruh sesuatu yang diterima secara luas sebagai alat pembayaran, diakui secara luas sebagai alat pembayaran utang-utang dan pembayaran harga barang dan jasa”.   

     II. 2     Fungsi Uang[4]
1.     Uang sebagai Standar Ukuran Harga dan Unit Hitungan
Uang adalah standar ukuran harga, yakni sebagai media pengukur nilai harga komoditi dan jasa, dan perbandingan harga setiap komoditas dengan komoditas lainnya. Pada sistem barter sangat sulit untuk mengetahui harga setiap komoditas terhadap komoditas lainnya. Demikian juga harga sebuah jasa terhadap jasa-jasa lainnya.
Uang dalam fungsinya sebagai standar ukuran umum harga berlaku untuk ukuran nilai dan harga dalam ekonomi, seperti berlakunya standar meter untuk ukuran jarak, atau ampere untuk mengukur tegangan listrik, atau kilogram sebagai standar timbangan atau kubik sebagai ukuran volume (isi). Demikianlah uang sebagai alat yang mesti diperlukan untuk setiap hitungan dalam ekonomi baik oleh produsen atau konsumen. Tanpa itu, tidak mungkin baginya untuk melakukan penghitungan keuntungan atau biaya-biaya.   
2.     Uang sebagai Media Pertukaran (Medium of Exchange)
Uang adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk pertukaran komoditas dan jasa. Fungsi ini menjadi sangat penting dalam ekonomi maju, dimana pertukaran terjadi oleh banyak pihak. Seseorang tidak memproduksi setiap apa yang dibutuhkan, tapi terbatas pada barang tertentu, atau bagian dari barang atau jasa tertentu yang dijual kepada orang-orang untuk selanjutnya ia gunakan untuk mendapatkan barang atau jasa apa yang ia butuhkan. Orang memproduksi barang dan menjualnya dengan bayaran uang, selanjutnya dengan uang itu ia gunakan untuk membayar pembelian apa yang ia butuhkan. Dengan demikian, uang membagi proses pertukaran ke dalam dua macam:
a.      proses penjualan barang atau jasa dengan pembayaran uang
b.     proses pembelian barang atau jasa dengan menggunakan uang

3.     Uang sebagai Media Penyimpan Nilai
Maksud para ahli ekonomi dalam ungkapan mereka: ”uang sebagai media penyimpan nilai” adalah bahwa orang yang mendapatkan uang kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu, tapi ia sisihkan sebagian untuk membeli barang atau jasa yang ia butuhkan pada waktu yang ia inginkan, atau ia simpan untuk hal-hal tak terduga seperti sakit mendadak atau menghadapi kerugian tak terduga.
Menyimpan barang itu sendiri tentu sangat susah, karena ada yang tidak bisa bertahan lama, ada yang membutuhkan biaya tambahan dalam pemeliharaannya. Sedangkan uang berfungsi untuk menyimpan daya tukar dengan mudah. Demikianlah proses penjualan barang atau jasa dengan pembayaran uang jika tidak dilanjutkan dengan proses pembelian, tapi menyimpan uang itu, yakni cukup dengan proses nilai barang (uang), jelas fungsi uang sebagai media penyimpan nilai.
4.     Uang Sebagai Standar Pembayaran Tunda
Sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa uang adalah unit ukuran dan standar untuk pembayaran tunda. Dan sebagian lagi berpendapat sebagai media pembayaran yang ditunda. Menurut mereka bahwa proses jual-beli tidak selalu selesai dengan uang kontan, tapi atas dasar utang sekiranya pemilik barang memajang barangnya di pasar dan bertemu pembeli yang sedang tidak membawa uang, lalu ia jual dengan pembayaran tunda.
Dr. Ismail Hasyim dalam memperjelas fungsi ini menerangkan, “bahwa transaksi terjadi pada waktu sekarang dengan harga tertentu, tetapi diserahkan pada waktu akan datang. Karena itu dibutuhkan standar ukuran yang digunakan untuk menentukan harga, dan uang bisa melakukan fungsi ini.” dalam buku Pengantar Ekonomi (Muqaddimah fi al-Iqtishad): “Fungsi khusus dalam mengukur pembayaran-pembayaran yang menjadi hak pada masa mendatang seperti utang-utang misalnya.”

     II. 3     Sejarah Uang[5]
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Mereka memperoleh makan dari berburu atau memakan berbagai buah-buahan. Karena jenis kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan orang lain. masing-masing individu memenuhikebutuhan makannya secara mandiri. Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini, manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju, kegiatan dan interaksi antarsesama manusia pun semakin meningkat tajam. Satu sama lain mulai saling membutuhkan, karena tidak ada individu yang secara sempurna mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. sejak saat itulah, manusia mulai mempergunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi kabutuhan mereka. Pada tahapan peradaban manusia yang masih sangat sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan dengan cara barter. Maka periode itu disebut zaman barter.
Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama pada waktu yang bersamaan (double coincidence of wants) dari pihak-pihak yang melakukan pertukaran. Namun semakin beragam dan kompleks kebutuhan manusia, semakin sulit menciptakan kondisi double coincidence of wants ini. Misalnya, pada suatu ketika seseorang yang memiliki beras membutuhkan garam. Namun pada saat yang bersamaan, pemilik garam tidak membutuhkan beras melainkan membutuhkan daging, sehingga syarat terjadinya barter antara beras dengan garam tidak terpenuhi. Keadaan demikian tentu akan mempersulit muamalah antar manusia. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian kemudian disebut uang. Pertama kali uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.
Uang kemudian berkembang dan berevolusi mengikuti perjalanan sejarah. Dari perkembangan inilah, uang kemudian bisa dikategorikan dalam 4 jenis, yaitu uang barang, uang logam, uang kertas, dan uang giral atau uang kredit.
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa diperjual belikan apabila barang tersebut digunakan buka sebagai uang. Namun tidak semua barang bisa menjadi uang, di perlukan 3 kondisi utama, agar suatu barang bisa dijadikan uang, antara lain:
·       Kelangkaan (scarcity), yaitu persediaan barang itu harus terbatas.
·       Daya tahan (durability), barang tersebut harus tahan lama.
·       Nilai tinggi, maksudnya barang yang dijadikan uang harus bernilai tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi.
Ketika uang logam masih digunakan sebagai uang resmi dunia, ada beberapa pihak yang melihat peluang meraih keuntungan dari kepemilikan mereka atas emas dan perak. Pihak-pihak ini adalah bank, orang yang meminjamkan uang dan pandai emas atau toko-toko perhiasan. Mereka melihat bukti peminjaman, penyimpanan atau penitipan emas dan perak di tempat mereka juga bisa diterima di pasar.
Berdasarkan hal ini, pandai emas dan bank mengeluarkan surat (uang kertas) dengan nilai yang besar dari emas atau perak yang dimilikinya. Karena kertas ini didukung oleh kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum menerima uang kertas ini sebagai alat tukar, jadi aspek penerimaan masyarakat secara luas dan umum berlaku, sehingga menjadikan uang kertas berlaku sebagai alat tukar yang sah.
Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainya. Uang giral ini merupakan simpanan nasabah di bank yang dapat diambil setiap saat dan dapat dipindahkan kepada orang lain untuk melakukan pembayaran. Artinya cek dan giro yang dikeluarkan oleh bank manapun bisa digunakan sebagai alat pembayaran barang, jasa, dan utang.

     II. 4     Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)[6]
Dalam ekonomi konvensional time value of money didefinisikan sebagai:[7]
“A dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return”
Menurut ekonom konvensional, ada dua hal yang mendasari konsep time value of money, yakni:[8]
1.     Kehadiran dari Inflasi (Presence of Inflation)
Katakanlah tingkat inflasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli sepuluh potong pisang goreng hari ini dengan membayar sejumlah Rp 10.000,-. Namun bila ia membelinya tahun depan, dengan jumlah uang yang sama, yaitu Rp 10.000,-, ia hanya dapat membeli sembilan potong pisang goreng. Oleh karena itu ia akan meminta kompensasi untuk hilangnya daya beli uangnya akibat infalsi.
2.     Preferensi konsumsi sekarang untuk konsumsi masa depan (preference present consumption to future consumtion)
Bagi umumnya individu, present consumption lebih disukai daripada future consumption. Katakanlah tingkat inflasi nihil, sehingga dengan uang Rp 10.000,- seseorang tetap dapat membeli sepuluh pisang goreng hari ini maupun tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi sepuluh pisang goreng hari ini lebih disukai dari pada mengkonsumsi sepuluh pisang goreng tahun depan. Dengan argumentasi ini, meskipun suatu perekonomian tingkat inflasinya nihil, seseorang lebih menyukai Rp 10.000,-hari ini dan mengkonsumsi hari ini. Oleh karena itu, untuk menunda konsumsi, ia meminta kompensasi.[9]
Konsep nilai waktu uang (time value of money) merupakan salah satu kerangka dasar pemikiran terhadap suatu keputusan dan kebijakan dalam keuangan modern. Dengan arti sederhana dapat dikatakan bahwa uang memiliki nilai waktu. Contohnya uang Rp 1.000.000,- saat ini tidak sama nilainya dengan Rp 1.000.000,- setelah satu tahun mendatang. Seseorang individu yang rasional akan lebih memilih uang sejumlah Rp 1.000.000,- saat ini dibandingkan dengan Rp 1.000.000,- satu tahun lagi.
Alasan penalarannya adalah apabila seseorang menerima Rp 1.000.000,- hari ini, maka ia dapat menginvestasikannya (menabung di Bank atau pada aktiva lainnya) dengan tingkat keuntungan tetap sebesar 10% misalnya, sehingga dia akan mendapatkan uang Rp 100.000,- sebagai bunga selama setahun. Oleh karena itu, Rp 1.000.000,- saat ini setara dengan 1.100.000,- setelah satu tahun kemudian ketika tingkat bunganya 10%. Dengan demikian, uang dianggap memiliki nilai waktu.
Contoh di atas dapat lebih digambarkan dengan bantuan garis waktu (timeline) di bawah ini.
Tahun      0                                                        1


 
Nilai         1.000.000                                                       1.100.000
                      PV                compound rate (10%)               FV

Begitu pula, jika seseorang menerima Rp 1.000.000,- satu tahun dari hari ini, maka nilai tersebut hari ini adalah Rp 909.100,-
Tahun      0                                                         1


 
Nilai         909.100                                                           1.000.000
      PV              discount rate (10%)                     FV

Compoun rate dan discoun rate pada contoh di atas adalah sebutan lain untuk interest rate (tingkat bunga) yang digunakan pada teknik atau proses perhitungan yang berbeda. Compound rate (tingkat majemuk) digunakan ketika menghitung FV (fututre value atau nilai masa yang akan datang), sedangkan discount rate (tingkat diskoto) digunakan ketika menghitung PV (present value atau nilai saat ini). Kedua contoh di atas dapat diperpanjang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan dapat dikembangkan dengan beberapa contoh perhitungan yang berkaitan dengan bagaimana menentukan nilai pada masa mendatang dari jumlah uang tunai hari ini atau dinamakan juga proses pemajemukan dan menentukan nilai hari ini dari sejumlah uang masa depan yang disebut proses pendiskotoan.
Trade off  antara uang tunai sekarang dan pada masa mendatang tersebut antara lain bergantung pada tingkat (rate) tertentu yang dapat diperoleh dengan cara melakukan investasi. Nilai masa depan dari sejumlah arus kas akan menjadi lebih besar dari nilai sekarang mengingat tingkat bunga (compounding atau discounting ) atau nilai waktu uang adalah positif.

     II. 5     Konsep Nilai Waktu Uang[10]
1.     Konsep Future Value
Bunga berganda (compound interest) atau sering disebut bunga majemuk menunjukkan bahwa bunga suatu pokok pinjaman (atau simpanan) juga akan dikenakan bunga pada periode selanjutnya. Jika bunga tersebut diberlakukan, maka future value (nilai yang akan datang ) adalah jumlah dari nilai awal (V0) tumbuh setelah t tahun.
Dengan demikian, untuk menghubungkan nilai masa yang akan datang dengan nilai sekarang dapat dibentuk rumus singkat sebagai berikut:
FVt = V0 (1 + r)t
Keterangan:
FVt          =  Future value, nilai yang akan datang pada tahun ke-t
V0        =  Nilai pada tahun ke-0 (saat ini)
t           =  Jumlah periode
r           =  Tingkat bunga, atau tingkat keuntungan
Contoh : Seseorang menginvestasikan Rp 10.000,00 saat ini dalam deposito dengan tingkat bunga (r) 10% per tahun. Maka nilai masa yang akan datang, yaitu satu tahun kemudian adalah:
FVt      = V0 (1 + r)t
FV1      = 10.000 (1 + 0,10)1
FV1      = 11.000
Bila dibuat tabel sampe tahun ke-5, maka Rp 10.000,00 dengan bunga majemuk  10% per tahun akan tampak pada tabel berikut :
Tahun
Nilai Awal
Bunga
Nilai Akhir
1
10.000
1.000
11.000
2
11.000
1.100
12.100
3
12.100
1.210
13.310
4
13.310
1.310
14.641
5
14.641
1.464
16.105

2.     Konsep Present Value
Konsep compound value pada bagian sebelumnya bertujuan untuk menghitung jumlah uang pada akhir periode di waktu mendatang. Sedangkan discount value sebaliknya dimaksudkan untuk menghitung besarnya jumlah uang pada awal periode. Perhitungan dengan cara pendiskontoan merupakan kebalikan dari cara pemajemukan, yaitu :
   Vt
  V0  = PV =  
(1 + r)t
Keterangan:
PV            =  Present value, nilai sekarang pada tahun ke-0
Vt              =  Nilai masa yang akan datang pada tahun ke-t
Present value (nilai sekarang) merupakan jumlah yang jika dimiliki sekarang dan diinvestasikan pada tingkat bunga tertentu r%, maka akan sama dengan penerimaan yang akan datang pada tanggal jatuh tempo.
Contoh: Misalnya Anda akan menerima uang bonus sejumlah Rp 4.000.000,00 setelah 2 tahun bekerja. Berapakah besarnya nilai sekarang uang tersebut bila r = 10%?
    V2                           4.000.000
PV  =                    =                             =  3.305.785
 (1+ r)2                     (1 + 0,10)2
3.     Konsep Future Value Annuity
Anuitas didefinisikan sebagai suatu pembayaran berkala (atau seri penerimaan) dari suatu jumlah yang tetap selama waktu tertentu. Pembayaran tersebut dapat dilakukan pada setiap akhir periode (tahun) atau dapat juga setiap awal periode. Bila dibayar pada awal periode, maka disebut anuitas due. FVA (future value annuity) dinyatakan dengan rumus:
     A x ((1 + r)t – 1)
FVAt =
      r
Contoh : Seorang debitur melunasi angsuran hutangnya sebesar Rp 10 juta tiap tahun selama  3 kali pembayaran. Bila tingkat bunga pinjaman 10%, berapakah jumlahnya pada akhir tahun ke-3?          
    10.000.000 x ((1 + 0,10)3 – 1)
FVA3 =
         0,1
    10.000.000 x (0,331)
FVA3 =
      0,1
FVA3 =   33.100.000


     II. 6     Konsep Uang dalam Islam[11]
Dalam islam tidak dikenal adanya time value of money, yang dikenal adalah economic value of time. Teori time value of money adalah sebuah kekeliruan besar karena mengambil dari ilmu teori pertumbuhan populasi dan tidak ada dalam ilmu finance.
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak balik (interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi islam, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan capital adalah sesuatu yang bersifat stock concept. Semakin cepat perputaran uang (flow concept), akan semakin baik. Misalnya, seperti contoh pada aliran air masuk dan aliran air keluar sewaktu air mengalir, disebut sebagai uang, sedangkan apabila air tersebut mengendap, maka disebut sebagai capital. Wadah tempat mengendapnya adalah private goods, sedangkan air adalah public goods.
Dalam islam, capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang ketika mengalir adalah public goods (flow concept), lalu mengendap ke dalam kepemilikan seseorang (stock concept), uang tersebut menjadi milik pribadi (private good).
Ciri dari public goods adalah barang tersebut dapat digunakan oleh masyarakat tanpa menghalangi orang lain untuk menggunakannya. Sebagai contoh, jalan raya. jalan raya dapat digunakan oleh siapa saja tanpa terkecuali, akan tetapi masyarakat yang mempunyai kendaraan berpeluang lebih besar dalam pemanfaatan jalan raya tersebut dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mempunyai kendaran. Begitu pula dengan uang.
Sebagai public goods, uang dimanfaatkan lebih banyak oleh masyarakat yang lebih kaya. Hal ini bukan karena simpanan mereka di Bank, tetapi karena aset mereka, seperti rumah, mobil, saham, dan lain-lain. Yang digunakan di sektor produksi, sehingga memberikan peluang yang lebih besar kepada orang tersebut untuk memperoleh lebih banyak uang. Jadi, semakin tinggi tingkat produksi, akan semakin besar kesempatan untuk dapat  memperoleh keuntungan dari public goods (uang) tersebut. Oleh karena itu, penimbunan (hoarding) dilarang karena menghalangi yang lain untuk menggunakan public goods tersebut. Selain itu juga akan dikenakan zakat. Jadi, jika dan hanya jika private goods dimanfaatkan pada sektor produksi, maka kita akan memperoleh keuntungan.
Tabel perbedaan konsep uang dalam Islam dan konvensional
KONSEP ISLAM
KONSEP KONVENSIONAL
·     Uang tidak identik dengan modal
·     Uang adalah public goods
·     Modal adalah private goods
·     Uang adalah flow concept
·     Modal adalah stock concept
·     Uang sering kali diidentikkan dengan modal
·     Uang (modal) adalah private goods
·     Uang (modal) adalah flow concept bagi Fisher
·     Uang (modal) adalah stock concept bagi Cambridge School

     II. 7     Economic Value of Time
Dalam pandangan islam mengenai waktu, waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam sepekan. Nilai waktu antara satu orang dengan yang lainnya, akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif (tepat guna) dan efisien (tepat cara), maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efesien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melaksanakannya. Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama, dan ras, secara sunnatullah, ia akan mendapatkan keuntungan di dunia.
Di dalam islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu itu bukan saja harus efektif dan efisien, namun juga harus didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di akhirat. Sebaliknya, keimanan yang tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia berarti keimanan yang tidak diamalkan.
Jika ditarik dalam konteks ekonomi, maka keuntungan adalah diperoleh setelah menjalankan aktivitas bisnis. Jadi barang siapa yang melakukan aktivitas bisnis secara efektif dan efisien, ia akan mendapatkan keuntungan. Namun demikian, ada pertanyaan dasar yang perlu didiskusikan, yaitu apa ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan besar keuntungan yang diramalkan jika dasar interest rate adalah dilarang dalam ajaran islam.
Dalam ekonomi syari’ah, penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan harga bai’ mu’ajjal (membayar tangguh) dapat digunakan. Hal ini dibenarkan karena:  
1.     Jual beli dan sewa menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis).
2.     Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.
Begitu pula penggunaan discount rate dalam menentukan nisbah bagi hasil, dapat digunakan. Nisbah ini akan dikalikan dengan pendapatan aktual (actual return), bukan dengan pendapatan yang diharapkan (expected return). Transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa, karena dalam transaksi bagi hasil hubungannya bukan antara penjual dengan pembeli atau penyewa dengan yang menyewakan. Dalam transaksi bagi hasil, yang ada adalah hubungan antara pemodal dengan yang memproduktifkan modal tersebut. Jadi, tidak ada pihak yang telah melaksanakan kewajibannya namun masih tertahan haknya. Shahibul maal telah melaksanakan kewajibannya, yaitu memberikan sejumlah modal, yang memproduktifkan modal (mudharib) juga telah melaksanakan kewajibannya, yaitu memproduktifkan modal tersebut. Hak bagi shahibul maal dan mudharib adalah berbagi hasil atas pendapatan atau keuntungan tersebut, sesuai kesepakatan awal apakah bagi hasil itu akan dilakukan atas pendapatan atau keuntungan.
Perbedaan antara interest rate dengan discount rate dalam pandangan ekonomi konvensional dan ekonomi syari’ah
Certainty Return
Uncertainty Return
Ekonomi
Konvensional
Ekonomi
Syari'ah
Ekonomi Konvensional
Ekonomi
Syari'ah

Interest Rate ditentukan oleh:
1.     Preferency current       comcumtion.
2.     Expected inflation.

Keuntungan dalam jual beli/sewa menyewa secara bayar tangguh ditentukan oleh :
1.     Tingkat keuntungan setiap kali transaksi.
2.     Frekuensi transaksi dalam satu periode.

Discount Rate ditentukan oleh:
1.     Preferency current               comcumtion.
2.     Expected inflation.
3.     Premium for uncertanty, dgn kata lain, actual return dipaksakan
harus sama dgn expected return-nya

·       Discount Rate ditentukan atas dasar harapan keuntungan (expected return), dan digunakan untuk menentukan nisbah bagi hasil
·       Bagi hasil yg harus dibayar adalah nisbah bagi hasil dikalikan dengan pendapatan aktualnya ( actual return)
·       Dengan kata lain pendapatan aktual (actual return) tidak harus sama dengan pendpatan yang diharapkan (expected return)

Seperti yang sudah diuraikan diatas, dalam islam tidak mengenal time value of money, yang dikenal adalah economic value of time. Contohnya dalam menghitung nisbah bagi hasil di Bank Syari’ah. Dalam proses penentuan nisbah ini, return on capital harus diperhitungkan. Return on capital ini tidak sama dengan return on money. Return on capital tergantung pada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sektor riil, sedangkan return on money berkaitan dengan interest rate. Penentuan nisbah bagi hasil harus dilakukan diawal, dan untuk itu digunakan projected return. Jika kemudian ternyata actual return dari bisnis yang dibiayai tidak sama dengan angka proyeksinya, maka yang digunakan adalah angka aktual, bukan angka proyeksi. Hal ini menunjukkan bahwa islam tidak mengenal time value of money. Time mempunyai economic value jika dan hanya jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah faktor produksi yang lain, sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh return.

















BAB III
PENUTUP

    III. 1   Kesimpulan
Uang adalah segala sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat umum sebagai alat tukar menukar dalam lalu lintas perekonomian. Fungsi uang yaitu sebagai standar ukuran harga dan unit hitungan; sebagai media pertukaran (Medium of Exchange); sebagai media penyimpan nilai; dan sebagai standar pembayaran tunda. Sejarah perkembangan uang dimulai dari masa barter, yang kemudian dilanjutkan ketahap uang barang, tahap uang logam, tahap uang kertas, dan tahap uang giral/uang kredit.
Dalam ekonomi konvensional time value of money didefinisikan sebagai: “A dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return”. Menurut ekonom konvensional, ada dua hal yang mendasari konsep time value of money, yakni: kehadiran dari inflasi, dan preferensi konsumsi sekarang untuk konsumsi masa depan.
Dalam islam tidak dikenal adanya time value of money, yang dikenal adalah economic value of time. Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, dalam ekonomi konvensional uang sering kali diartikan secara bolak balik, yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.







DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Ahmad. 2005. Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Huda, Nurul dkk. 2009. Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis. Jakarta: Kencana.   
Karim, Adiwarman A. 2011. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Lipsey, Richard G., dkk. 1990. Pengantar Makroekonomi. Edisi Kedelapan. Jakarta:
Erlangga.
Muhammad. 2004. Dasar-dasar Keuangan Islami­. Yogyakarta: Ekonisia.
Najmudin. 2011. Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern. Yogyakarta:
C.V Andi Offset.


[1] Richard G. Lipsey dkk, 1990, Pengantar Makroekonomi, Edisi Kedelapan, Erlangga, Jakarta, Hal. 164.
[2] Ahmad Hasan, 2005, Mata Uang Islami: Telaah komprehensif Sistem Keuangan Islami, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hal. 2-10.
[3] Adiwarman A. Karim, 2007, Ekonomi Makro Islami,  PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hal. 80.
[4] Ahmad Hasan, Op. Cit., Hal. 12-21
[5] Nurul Huda dkk, 2009, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, Jakarta, Kencana, Hal. 75-78.
[6] Najmudin, 2011, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern, CV Andi Offset, Yogyakarta, Hal. 97-98.
[7] Adiwarman A. Karim, 2011, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hal. 504.
[8] Ibid., 504-505.
[9] Dalam ekonomi konvensional kompensasi ini disebut real interest rate. Berapa besar kompesasi ini ditentukan oleh preferensi terhadap current consumption; semakin besar preferensinya semakin besar kompensasinya. Bila tingkat ekspektasi inflasi ditambahkan atas real interest rate ini, hasil penjumlahan ini disebut nominal interest rate.
[10] Najmudin, Op. Cit., Hal.101-107.
[11] Adiwarman A. Karim, 2007, Ekonomi Makro Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hal. 77-89.

No comments:

Post a Comment