BAB I
PENDAHULUAN
I. 1
Latar Belakang
Uang adalah segala sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat umum
sebagai alat tukar menukar dalam lalu lintas perekonomian. Banyak orang yakin bahwa uang merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam kehidupan, dan orang tidak pernah merasa cukup dalam
memilikinya. Akan tetapi, para ahli ekonomi berpendapat bahwa kenaikan jumlah
uang beredar di dunia, tidak akan membuat hidup orang lebih bahagia. Alasannya
adalah, meskipun dengan uang itu orang dimungkinkan untuk membeli output
orang lain, jumlah barang dan jasa yang tersedia bagi setiap orang untuk dibeli
tergantung pada jumlah output yang dihasilkan, bukan tergantung pada
jumlah uang yang dimiliki oleh semua orang. Kenaikan jumlah uang beredar di
dunia tidak akan mengubah jumlah barang yang dihasilkan dan barang yang tersedia
untuk konsumsi, walaupun jumlah uang itu mungkin akan menyebabkan timbulnya
inflasi.[1]
Konsep uang dalam perspektif islam berbeda dengan konsep uang dalam
perspektif konvensional. Dalam perspektif islam, konsep uang sangat jelas dan
tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang dalam
perspektif konvensional sering kali diartikan secara bolak balik, yaitu uang
sebagai uang dan uang sebagai capital. Karena besarnya peranan uang dalam
kehidupan di dunia, serta adanya keracuan konsep uang dalam pemikiran
konvensional, maka dibutuhkan kajian-kajian mendalam mengenai uang, agar
keberadaan uang tersebut dapat menciptakan maslahah.
I. 2
Rumusan Masalah
1.
Apa
itu uang dan apa fungsinya serta bagaimana sejarah perkembangananya?
2.
Apakah
time value of money itu? dan bagaimana konsepnya?
3.
Bagaimana
konsep uang dalam islam?
4.
Bagaimanakah
konsep economic value of time itu?
I. 3
Tujuan
1.
Memahami
apa yang dimaksud dengan uang, fungsi uang, serta sejarah perkembangannya.
2.
Memahami
apa yang dimaksud dengan time value of money beserta konsepnya.
3.
Mengetahui
konsep uang dalam islam.
4.
Memahami
apa yang yang dimeksud dengan economic value of time.
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1
Definisi Uang (Nuqud)[2]
Kata uang (nuqud) tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun
hadits Nabi SAW karena bangsa Arab umumya tidak menggunakan kata nuqud
untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan
mata uang yang terbuat dari emas, kata dirham untuk menunjukkan alat
tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan kata wariq untuk
menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk menunjukkan dinar emas.
Sedangkan kata fulus (uang tembaga) alat tukar tambahan yang digunakan
untuk membeli barang-barang murah.
Kata dirham, dinar, dan wariq terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadits. Firman Allah SWT.: “Di antara ahli kitab ada orang
yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak (qinthar),
dikembalikannnya kepadamu; dan di atara mereka ada orang yang jika kamu
mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali
jika kamu selalu mengaihnya.” (QS. Ali Imran: 75)
Firman Allah yang menceritakan tentang Nabi Yusuf: “Dan menjual
Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa
tidak tertarik hatinya kepada yusuf.” (QS. Yusuf: 20)
Dan firman Allah SWT menceritakan tentang Ashabul Kahfi, “Maka
suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu
(Wariq) ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka
hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah
lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun.”
(QS. Al Kahfi: 19)
Nabi SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Utsman bin
Affan: “Jangan kalian jual satu dinar dengan dua dinar, dan satu dirham
dengan dua dirham.” Juga Nabi SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Said Al Khudry: “Jangan kalian jual emas dengan emas, perak dengan
perak kecuali sama nilai, ukuran dan timbangan”.
Menurut Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun, uang adalah apa yang digunakan
manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran, dan
media simpanan.[3]
Dr. Muhammad Zaki Syafi’i mendefinisikan uang sebagai Segala
sesuatu yang diterima khalayak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban.
Sedangkan J.P Coraward mendefinisikan uang sebagai Segala sesuatu
yang diterima secara luas sebagai media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai
standar ukuran nilai harga dan media penyimpan kekayaan.
Boumoul dan Gandlre berkata: “Uang mencakup seluruh sesuatu yang
diterima secara luas sebagai alat pembayaran, diakui secara luas sebagai alat
pembayaran utang-utang dan pembayaran harga barang dan jasa”.
II. 2
Fungsi Uang[4]
1.
Uang
sebagai Standar Ukuran Harga dan Unit Hitungan
Uang adalah
standar ukuran harga, yakni sebagai media pengukur nilai harga komoditi dan
jasa, dan perbandingan harga setiap komoditas dengan komoditas lainnya. Pada
sistem barter sangat sulit untuk mengetahui harga setiap komoditas terhadap
komoditas lainnya. Demikian juga harga sebuah jasa terhadap jasa-jasa lainnya.
Uang dalam fungsinya sebagai standar
ukuran umum harga berlaku untuk ukuran nilai dan harga dalam ekonomi, seperti
berlakunya standar meter untuk ukuran jarak, atau ampere untuk mengukur
tegangan listrik, atau kilogram sebagai standar timbangan atau kubik sebagai
ukuran volume (isi). Demikianlah uang sebagai alat yang mesti diperlukan untuk
setiap hitungan dalam ekonomi baik oleh produsen atau konsumen. Tanpa itu,
tidak mungkin baginya untuk melakukan penghitungan keuntungan atau biaya-biaya.
2.
Uang
sebagai Media Pertukaran (Medium of Exchange)
Uang adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk
pertukaran komoditas dan jasa. Fungsi ini menjadi sangat penting dalam ekonomi
maju, dimana pertukaran terjadi oleh banyak pihak. Seseorang tidak memproduksi
setiap apa yang dibutuhkan, tapi terbatas pada barang tertentu, atau bagian
dari barang atau jasa tertentu yang dijual kepada orang-orang untuk selanjutnya
ia gunakan untuk mendapatkan barang atau jasa apa yang ia butuhkan. Orang
memproduksi barang dan menjualnya dengan bayaran uang, selanjutnya dengan uang
itu ia gunakan untuk membayar pembelian apa yang ia butuhkan. Dengan demikian,
uang membagi proses pertukaran ke dalam dua macam:
a.
proses
penjualan barang atau jasa dengan pembayaran uang
b.
proses
pembelian barang atau jasa dengan menggunakan uang
3.
Uang
sebagai Media Penyimpan Nilai
Maksud para
ahli ekonomi dalam ungkapan mereka: ”uang sebagai media penyimpan nilai” adalah
bahwa orang yang mendapatkan uang kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu
waktu, tapi ia sisihkan sebagian untuk membeli barang atau jasa yang ia
butuhkan pada waktu yang ia inginkan, atau ia simpan untuk hal-hal tak terduga
seperti sakit mendadak atau menghadapi kerugian tak terduga.
Menyimpan
barang itu sendiri tentu sangat susah, karena ada yang tidak bisa bertahan
lama, ada yang membutuhkan biaya tambahan dalam pemeliharaannya. Sedangkan uang
berfungsi untuk menyimpan daya tukar dengan mudah. Demikianlah proses penjualan
barang atau jasa dengan pembayaran uang jika tidak dilanjutkan dengan proses
pembelian, tapi menyimpan uang itu, yakni cukup dengan proses nilai barang
(uang), jelas fungsi uang sebagai media penyimpan nilai.
4.
Uang
Sebagai Standar Pembayaran Tunda
Sebagian ahli
ekonomi berpendapat bahwa uang adalah unit ukuran dan standar untuk pembayaran
tunda. Dan sebagian lagi berpendapat sebagai media pembayaran yang ditunda.
Menurut mereka bahwa proses jual-beli tidak selalu selesai dengan uang kontan,
tapi atas dasar utang sekiranya pemilik barang memajang barangnya di pasar dan
bertemu pembeli yang sedang tidak membawa uang, lalu ia jual dengan pembayaran
tunda.
Dr. Ismail
Hasyim dalam memperjelas fungsi ini menerangkan, “bahwa transaksi terjadi pada
waktu sekarang dengan harga tertentu, tetapi diserahkan pada waktu akan datang.
Karena itu dibutuhkan standar ukuran yang digunakan untuk menentukan harga, dan
uang bisa melakukan fungsi ini.” dalam buku Pengantar Ekonomi (Muqaddimah fi
al-Iqtishad): “Fungsi khusus dalam mengukur pembayaran-pembayaran yang
menjadi hak pada masa mendatang seperti utang-utang misalnya.”
II. 3
Sejarah Uang[5]
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Mereka memperoleh makan dari berburu atau memakan berbagai buah-buahan. Karena
jenis kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan orang lain.
masing-masing individu memenuhikebutuhan makannya secara mandiri. Dalam periode
yang dikenal sebagai periode prabarter ini, manusia belum mengenal transaksi
perdagangan atau kegiatan jual beli.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin
maju, kegiatan dan interaksi antarsesama manusia pun semakin meningkat tajam.
Satu sama lain mulai saling membutuhkan, karena tidak ada individu yang secara
sempurna mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. sejak saat itulah, manusia mulai
mempergunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran barang
dalam rangka memenuhi kabutuhan mereka. Pada tahapan peradaban manusia yang
masih sangat sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan
dengan cara barter. Maka periode itu disebut zaman barter.
Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama pada
waktu yang bersamaan (double coincidence of wants) dari pihak-pihak yang
melakukan pertukaran. Namun semakin beragam dan kompleks kebutuhan manusia,
semakin sulit menciptakan kondisi double coincidence of wants ini.
Misalnya, pada suatu ketika seseorang yang memiliki beras membutuhkan garam.
Namun pada saat yang bersamaan, pemilik garam tidak membutuhkan beras melainkan
membutuhkan daging, sehingga syarat terjadinya barter antara beras dengan garam
tidak terpenuhi. Keadaan demikian tentu akan mempersulit muamalah antar
manusia. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima oleh
semua pihak. Alat tukar demikian kemudian disebut uang. Pertama kali uang
dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.
Uang kemudian berkembang dan berevolusi mengikuti perjalanan
sejarah. Dari perkembangan inilah, uang kemudian bisa dikategorikan dalam 4
jenis, yaitu uang barang, uang logam, uang kertas, dan uang giral atau uang
kredit.
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau
bisa diperjual belikan apabila barang tersebut digunakan buka sebagai uang.
Namun tidak semua barang bisa menjadi uang, di perlukan 3 kondisi utama, agar
suatu barang bisa dijadikan uang, antara lain:
· Kelangkaan (scarcity), yaitu persediaan barang itu harus
terbatas.
· Daya tahan (durability), barang tersebut harus tahan lama.
· Nilai tinggi, maksudnya barang yang dijadikan uang harus bernilai
tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi.
Ketika uang logam masih digunakan sebagai uang resmi dunia, ada
beberapa pihak yang melihat peluang meraih keuntungan dari kepemilikan mereka
atas emas dan perak. Pihak-pihak ini adalah bank, orang yang meminjamkan uang
dan pandai emas atau toko-toko perhiasan. Mereka melihat bukti peminjaman,
penyimpanan atau penitipan emas dan perak di tempat mereka juga bisa diterima
di pasar.
Berdasarkan hal ini, pandai emas dan bank mengeluarkan surat (uang
kertas) dengan nilai yang besar dari emas atau perak yang dimilikinya. Karena
kertas ini didukung oleh kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum
menerima uang kertas ini sebagai alat tukar, jadi aspek penerimaan masyarakat
secara luas dan umum berlaku, sehingga menjadikan uang kertas berlaku sebagai
alat tukar yang sah.
Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial
melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainya. Uang giral ini
merupakan simpanan nasabah di bank yang dapat diambil setiap saat dan dapat dipindahkan
kepada orang lain untuk melakukan pembayaran. Artinya cek dan giro yang dikeluarkan
oleh bank manapun bisa digunakan sebagai alat pembayaran barang, jasa, dan
utang.
II. 4
Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)[6]
Dalam ekonomi konvensional time value of money didefinisikan
sebagai:[7]
“A dollar today is worth more than a dollar in the future because a
dollar today can be invested to get a return”
Menurut ekonom konvensional, ada dua hal yang mendasari konsep time
value of money, yakni:[8]
1.
Kehadiran
dari Inflasi (Presence of Inflation)
Katakanlah
tingkat inflasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli sepuluh potong pisang
goreng hari ini dengan membayar sejumlah Rp 10.000,-. Namun bila ia membelinya
tahun depan, dengan jumlah uang yang sama, yaitu Rp 10.000,-, ia hanya dapat
membeli sembilan potong pisang goreng. Oleh karena itu ia akan meminta
kompensasi untuk hilangnya daya beli uangnya akibat infalsi.
2.
Preferensi
konsumsi sekarang untuk konsumsi masa depan (preference present consumption
to future consumtion)
Bagi umumnya
individu, present consumption lebih disukai daripada future
consumption. Katakanlah tingkat inflasi nihil, sehingga dengan uang Rp
10.000,- seseorang tetap dapat membeli sepuluh pisang goreng hari ini maupun
tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi sepuluh pisang goreng hari ini
lebih disukai dari pada mengkonsumsi sepuluh pisang goreng tahun depan. Dengan
argumentasi ini, meskipun suatu perekonomian tingkat inflasinya nihil,
seseorang lebih menyukai Rp 10.000,-hari ini dan mengkonsumsi hari ini. Oleh
karena itu, untuk menunda konsumsi, ia meminta kompensasi.[9]
Konsep nilai waktu uang (time value of money) merupakan
salah satu kerangka dasar pemikiran terhadap suatu keputusan dan kebijakan
dalam keuangan modern. Dengan arti sederhana dapat dikatakan bahwa uang memiliki
nilai waktu. Contohnya uang Rp 1.000.000,- saat ini tidak sama nilainya dengan
Rp 1.000.000,- setelah satu tahun mendatang. Seseorang individu yang rasional
akan lebih memilih uang sejumlah Rp 1.000.000,- saat ini dibandingkan dengan Rp
1.000.000,- satu tahun lagi.
Alasan penalarannya adalah apabila seseorang menerima Rp 1.000.000,-
hari ini, maka ia dapat menginvestasikannya (menabung di Bank atau pada aktiva
lainnya) dengan tingkat keuntungan tetap sebesar 10% misalnya, sehingga dia
akan mendapatkan uang Rp 100.000,- sebagai bunga selama setahun. Oleh karena
itu, Rp 1.000.000,- saat ini setara dengan 1.100.000,- setelah satu tahun
kemudian ketika tingkat bunganya 10%. Dengan demikian, uang dianggap memiliki
nilai waktu.
Contoh di atas dapat lebih digambarkan dengan bantuan garis waktu (timeline)
di bawah ini.
Tahun 0 1
Nilai 1.000.000 1.100.000
PV
compound
rate (10%) FV
Begitu pula, jika seseorang menerima Rp 1.000.000,- satu tahun dari
hari ini, maka nilai tersebut hari ini adalah Rp 909.100,-
Tahun 0
1
Nilai 909.100 1.000.000
PV discount
rate (10%) FV
Compoun rate dan discoun
rate pada contoh di atas adalah sebutan lain untuk interest rate (tingkat
bunga) yang digunakan pada teknik atau proses perhitungan yang berbeda. Compound
rate (tingkat majemuk) digunakan ketika menghitung FV (fututre value
atau nilai masa yang akan datang), sedangkan discount rate (tingkat
diskoto) digunakan ketika menghitung PV (present value atau nilai saat
ini). Kedua contoh di atas dapat diperpanjang jangka waktunya lebih dari satu
tahun dan dapat dikembangkan dengan beberapa contoh perhitungan yang berkaitan
dengan bagaimana menentukan nilai pada masa mendatang dari jumlah uang tunai
hari ini atau dinamakan juga proses pemajemukan dan menentukan nilai hari ini
dari sejumlah uang masa depan yang disebut proses pendiskotoan.
Trade off antara uang tunai sekarang dan pada masa
mendatang tersebut antara lain bergantung pada tingkat (rate) tertentu
yang dapat diperoleh dengan cara melakukan investasi. Nilai masa depan dari
sejumlah arus kas akan menjadi lebih besar dari nilai sekarang mengingat
tingkat bunga (compounding atau discounting ) atau nilai waktu
uang adalah positif.
II. 5
Konsep Nilai Waktu Uang[10]
1.
Konsep
Future Value
Bunga berganda (compound interest) atau sering disebut bunga
majemuk menunjukkan bahwa bunga suatu pokok pinjaman (atau simpanan) juga akan
dikenakan bunga pada periode selanjutnya. Jika bunga tersebut diberlakukan,
maka future value (nilai yang akan datang ) adalah jumlah dari nilai
awal (V0) tumbuh setelah t tahun.
Dengan demikian, untuk menghubungkan nilai masa yang akan datang
dengan nilai sekarang dapat dibentuk rumus singkat sebagai berikut:
FVt = V0 (1 +
r)t
Keterangan:
FVt
= Future value, nilai yang akan datang
pada tahun ke-t
V0
=
Nilai pada tahun ke-0 (saat ini)
t =
Jumlah periode
r =
Tingkat bunga, atau tingkat keuntungan
Contoh : Seseorang menginvestasikan Rp 10.000,00 saat ini dalam
deposito dengan tingkat bunga (r) 10% per tahun. Maka nilai masa yang akan
datang, yaitu satu tahun kemudian adalah:
FVt = V0
(1 + r)t
FV1 = 10.000
(1 + 0,10)1
FV1 = 11.000
Bila dibuat tabel sampe tahun ke-5, maka Rp 10.000,00 dengan bunga
majemuk 10% per tahun akan tampak pada
tabel berikut :
Tahun
|
Nilai Awal
|
Bunga
|
Nilai Akhir
|
1
|
10.000
|
1.000
|
11.000
|
2
|
11.000
|
1.100
|
12.100
|
3
|
12.100
|
1.210
|
13.310
|
4
|
13.310
|
1.310
|
14.641
|
5
|
14.641
|
1.464
|
16.105
|
2.
Konsep
Present Value
Konsep compound
value pada bagian sebelumnya bertujuan untuk menghitung jumlah uang pada
akhir periode di waktu mendatang. Sedangkan discount value sebaliknya
dimaksudkan untuk menghitung besarnya jumlah uang pada awal periode.
Perhitungan dengan cara pendiskontoan merupakan kebalikan dari cara
pemajemukan, yaitu :
Vt
V0 = PV =
(1 + r)t
Keterangan:
PV = Present
value, nilai sekarang pada tahun ke-0
Vt = Nilai
masa yang akan datang pada tahun ke-t
Present value
(nilai sekarang) merupakan jumlah yang jika dimiliki sekarang dan
diinvestasikan pada tingkat bunga tertentu r%, maka akan sama dengan penerimaan
yang akan datang pada tanggal jatuh tempo.
Contoh: Misalnya
Anda akan menerima uang bonus sejumlah Rp 4.000.000,00 setelah 2 tahun bekerja.
Berapakah besarnya nilai sekarang uang tersebut bila r = 10%?
V2
4.000.000
PV
= =
= 3.305.785
(1+ r)2 (1 + 0,10)2
3.
Konsep
Future Value Annuity
Anuitas
didefinisikan sebagai suatu pembayaran berkala (atau seri penerimaan) dari
suatu jumlah yang tetap selama waktu tertentu. Pembayaran tersebut dapat
dilakukan pada setiap akhir periode (tahun) atau dapat juga setiap awal
periode. Bila dibayar pada awal periode, maka disebut anuitas due. FVA (future
value annuity) dinyatakan dengan rumus:
A x ((1 + r)t – 1)
FVAt
=
r
Contoh : Seorang
debitur melunasi angsuran hutangnya sebesar Rp 10 juta tiap tahun selama 3 kali pembayaran. Bila tingkat bunga
pinjaman 10%, berapakah jumlahnya pada akhir tahun ke-3?
10.000.000
x ((1 + 0,10)3 – 1)
FVA3
=
0,1
10.000.000 x (0,331)
FVA3
=
0,1
FVA3 = 33.100.000
II. 6
Konsep Uang dalam Islam[11]
Dalam islam tidak dikenal adanya time value of money, yang
dikenal adalah economic value of time. Teori time value of money
adalah sebuah kekeliruan besar karena mengambil dari ilmu teori pertumbuhan
populasi dan tidak ada dalam ilmu finance.
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang dalam
ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang sangat jelas dan tegas
bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang
dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang
dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak balik (interchangeability),
yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi islam, uang adalah
sesuatu yang bersifat flow concept dan capital adalah sesuatu
yang bersifat stock concept. Semakin cepat perputaran uang (flow
concept), akan semakin baik. Misalnya, seperti contoh pada aliran air masuk
dan aliran air keluar sewaktu air mengalir, disebut sebagai uang, sedangkan
apabila air tersebut mengendap, maka disebut sebagai capital. Wadah
tempat mengendapnya adalah private goods, sedangkan air adalah public
goods.
Dalam islam, capital is private goods, sedangkan money is
public goods. Uang yang ketika mengalir adalah public goods (flow
concept), lalu mengendap ke dalam kepemilikan seseorang (stock concept),
uang tersebut menjadi milik pribadi (private good).
Ciri dari public goods adalah barang tersebut dapat
digunakan oleh masyarakat tanpa menghalangi orang lain untuk menggunakannya.
Sebagai contoh, jalan raya. jalan raya dapat digunakan oleh siapa saja tanpa
terkecuali, akan tetapi masyarakat yang mempunyai kendaraan berpeluang lebih
besar dalam pemanfaatan jalan raya tersebut dibandingkan dengan masyarakat yang
tidak mempunyai kendaran. Begitu pula dengan uang.
Sebagai public goods, uang dimanfaatkan lebih banyak oleh
masyarakat yang lebih kaya. Hal ini bukan karena simpanan mereka di Bank,
tetapi karena aset mereka, seperti rumah, mobil, saham, dan lain-lain. Yang
digunakan di sektor produksi, sehingga memberikan peluang yang lebih besar
kepada orang tersebut untuk memperoleh lebih banyak uang. Jadi, semakin tinggi
tingkat produksi, akan semakin besar kesempatan untuk dapat memperoleh keuntungan dari public goods
(uang) tersebut. Oleh karena itu, penimbunan (hoarding) dilarang karena
menghalangi yang lain untuk menggunakan public goods tersebut. Selain
itu juga akan dikenakan zakat. Jadi, jika dan hanya jika private goods
dimanfaatkan pada sektor produksi, maka kita akan memperoleh keuntungan.
Tabel perbedaan konsep uang dalam Islam dan konvensional
KONSEP ISLAM
|
KONSEP KONVENSIONAL
|
· Uang tidak identik dengan modal
· Uang adalah public goods
· Modal adalah private goods
·
Uang
adalah flow concept
· Modal adalah stock concept
|
· Uang sering kali diidentikkan
dengan modal
· Uang (modal) adalah private
goods
· Uang (modal) adalah flow concept
bagi Fisher
· Uang (modal) adalah stock
concept bagi Cambridge School
|
II. 7
Economic Value of Time
Dalam pandangan islam mengenai waktu, waktu bagi semua orang adalah
sama kuantitasnya, yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam sepekan. Nilai waktu
antara satu orang dengan yang lainnya, akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi
faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan
waktu itu. Semakin efektif (tepat guna) dan efisien (tepat cara), maka akan
semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efesien akan mendatangkan keuntungan
di dunia bagi siapa saja yang melaksanakannya. Oleh karena itu, siapapun
pelakunya tanpa memandang suku, agama, dan ras, secara sunnatullah, ia akan
mendapatkan keuntungan di dunia.
Di dalam islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun
yang dicari adalah keuntungan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu,
pemanfaatan waktu itu bukan saja harus efektif dan efisien, namun juga harus
didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di
akhirat. Sebaliknya, keimanan yang tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia
berarti keimanan yang tidak diamalkan.
Jika ditarik dalam konteks ekonomi, maka keuntungan adalah
diperoleh setelah menjalankan aktivitas bisnis. Jadi barang siapa yang
melakukan aktivitas bisnis secara efektif dan efisien, ia akan mendapatkan
keuntungan. Namun demikian, ada pertanyaan dasar yang perlu didiskusikan, yaitu
apa ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan besar keuntungan yang
diramalkan jika dasar interest rate adalah dilarang dalam ajaran islam.
Dalam ekonomi syari’ah, penggunaan sejenis discount rate
dalam menentukan harga bai’ mu’ajjal (membayar tangguh) dapat digunakan.
Hal ini dibenarkan karena:
1.
Jual
beli dan sewa menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic value
added (nilai tambah ekonomis).
2.
Tertahannya
hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya
(menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan
kewajibannya kepada pihak lain.
Begitu pula penggunaan discount rate dalam menentukan nisbah
bagi hasil, dapat digunakan. Nisbah ini akan dikalikan dengan pendapatan aktual
(actual return), bukan dengan pendapatan yang diharapkan (expected
return). Transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau
transaksi sewa menyewa, karena dalam transaksi bagi hasil hubungannya bukan
antara penjual dengan pembeli atau penyewa dengan yang menyewakan. Dalam
transaksi bagi hasil, yang ada adalah hubungan antara pemodal dengan yang
memproduktifkan modal tersebut. Jadi, tidak ada pihak yang telah melaksanakan
kewajibannya namun masih tertahan haknya. Shahibul maal telah
melaksanakan kewajibannya, yaitu memberikan sejumlah modal, yang
memproduktifkan modal (mudharib) juga telah melaksanakan kewajibannya,
yaitu memproduktifkan modal tersebut. Hak bagi shahibul maal dan mudharib
adalah berbagi hasil atas pendapatan atau keuntungan tersebut, sesuai
kesepakatan awal apakah bagi hasil itu akan dilakukan atas pendapatan atau
keuntungan.
Perbedaan antara interest rate dengan discount rate dalam pandangan
ekonomi konvensional dan ekonomi syari’ah
Certainty
Return
|
Uncertainty
Return
|
||
Ekonomi
Konvensional
|
Ekonomi
Syari'ah
|
Ekonomi
Konvensional
|
Ekonomi
Syari'ah
|
Interest Rate ditentukan oleh:
1. Preferency current comcumtion.
2. Expected inflation.
|
Keuntungan dalam jual beli/sewa menyewa secara bayar
tangguh ditentukan oleh :
1. Tingkat keuntungan setiap kali transaksi.
2. Frekuensi transaksi dalam satu periode.
|
Discount Rate ditentukan oleh:
1. Preferency current comcumtion.
2. Expected inflation.
3. Premium for uncertanty, dgn kata lain, actual return dipaksakan
harus sama dgn expected return-nya |
·
Discount Rate ditentukan atas dasar harapan keuntungan (expected return), dan
digunakan untuk menentukan nisbah bagi hasil
·
Bagi hasil yg harus dibayar adalah nisbah bagi hasil dikalikan dengan
pendapatan aktualnya ( actual return)
·
Dengan kata lain pendapatan aktual (actual return) tidak harus
sama dengan pendpatan yang diharapkan (expected return)
|
Seperti yang sudah diuraikan diatas, dalam islam tidak mengenal time
value of money, yang dikenal adalah economic value of time.
Contohnya dalam menghitung nisbah bagi hasil di Bank Syari’ah. Dalam proses
penentuan nisbah ini, return on capital harus diperhitungkan. Return
on capital ini tidak sama dengan return on money. Return on
capital tergantung pada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sektor riil,
sedangkan return on money berkaitan dengan interest rate.
Penentuan nisbah bagi hasil harus dilakukan diawal, dan untuk itu digunakan projected
return. Jika kemudian ternyata actual return dari bisnis yang
dibiayai tidak sama dengan angka proyeksinya, maka yang digunakan adalah angka
aktual, bukan angka proyeksi. Hal ini menunjukkan bahwa islam tidak mengenal time
value of money. Time mempunyai economic value jika dan hanya
jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah faktor produksi yang lain,
sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh return.
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
Uang adalah segala sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat umum
sebagai alat tukar menukar dalam lalu lintas perekonomian. Fungsi uang yaitu
sebagai standar ukuran harga dan unit hitungan; sebagai media pertukaran (Medium
of Exchange); sebagai media penyimpan nilai; dan sebagai standar pembayaran
tunda. Sejarah perkembangan uang dimulai dari masa barter, yang kemudian
dilanjutkan ketahap uang barang, tahap uang logam, tahap uang kertas, dan tahap
uang giral/uang kredit.
Dalam ekonomi konvensional time value of money didefinisikan
sebagai: “A dollar today is worth more than a dollar in the future because a
dollar today can be invested to get a return”. Menurut ekonom konvensional,
ada dua hal yang mendasari konsep time value of money, yakni: kehadiran
dari inflasi, dan preferensi konsumsi sekarang untuk konsumsi masa depan.
Dalam islam tidak dikenal adanya time value of money, yang
dikenal adalah economic value of time. Konsep uang dalam ekonomi islam
berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam,
uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, dalam ekonomi konvensional uang
sering kali diartikan secara bolak balik, yaitu uang sebagai uang dan uang
sebagai capital.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Ahmad.
2005. Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Huda, Nurul dkk. 2009. Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis.
Jakarta: Kencana.
Karim,
Adiwarman A. 2011. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Lipsey, Richard
G., dkk. 1990. Pengantar Makroekonomi. Edisi Kedelapan. Jakarta:
Erlangga.
Muhammad. 2004. Dasar-dasar Keuangan Islami. Yogyakarta:
Ekonisia.
Najmudin. 2011.
Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern. Yogyakarta:
C.V Andi Offset.
[1] Richard G.
Lipsey dkk, 1990, Pengantar Makroekonomi, Edisi Kedelapan, Erlangga,
Jakarta, Hal. 164.
[2] Ahmad Hasan,
2005, Mata Uang Islami: Telaah komprehensif Sistem Keuangan Islami, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hal. 2-10.
[3] Adiwarman A.
Karim, 2007, Ekonomi Makro Islami,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hal. 80.
[4] Ahmad Hasan,
Op. Cit., Hal. 12-21
[5] Nurul Huda
dkk, 2009, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, Jakarta, Kencana,
Hal. 75-78.
[6] Najmudin,
2011, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern, CV Andi
Offset, Yogyakarta, Hal. 97-98.
[7] Adiwarman A.
Karim, 2011, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, Hal. 504.
[8] Ibid.,
504-505.
[9] Dalam ekonomi
konvensional kompensasi ini disebut real interest rate. Berapa besar
kompesasi ini ditentukan oleh preferensi terhadap current consumption;
semakin besar preferensinya semakin besar kompensasinya. Bila tingkat
ekspektasi inflasi ditambahkan atas real interest rate ini, hasil
penjumlahan ini disebut nominal interest rate.
[10] Najmudin, Op.
Cit., Hal.101-107.
[11] Adiwarman A.
Karim, 2007, Ekonomi Makro Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
Hal. 77-89.
No comments:
Post a Comment