BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kita
sebagai manusia tak seorangpun mengetahui tentang apa yang akan terjadi di masa
datang secara sempurna walaupun menggunakan berbagai alat analisis. Hal ini
disebabkan karena di masa datang penuh dengan ketidakpastian. Jadi wajar jika
terjadinya sesuatu di masa datang hanya dapat direkayasa semata.
Resiko
di masa datang dapat terjadi terhadap kehidupan seseorang misalnya kematian,
sakit atau dipecat dari pekerjaan. Dalam bisnis yang dihadapi dapat berupa
resiko kebakaran, kerusakan atau kehilangan. Setiap resiko yang akan dihadapi
harus ditanggulangi, sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi.
Maka diperlukan perusahaan yang mau menanggung resiko tersebut yaitu perusahaan
asuransi. Di bidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang, terutama dalam
hal perlindungan terhadap barang-barang perdagangannya. Namun, perkembangan ini
tidak sejalan dengan kesesuaian praktik asuransi terhadap syariah. Meskipun
demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik perekonomian dalam perspektif
hukum Islam, asuransi mulai diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan syariah.
Oleh karena itu muncullah Asuransi Syariah.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Asuransi Konvensional dan Syariah
2. Apa
dasar hukum Asuransi Syariah
3. Apa
saja perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional
4. Apa
saja produk dan jasa Asuransi Syariah
5. Bagaimana
prinsip akad dan instrumen keuangan
6. Bagaimana
mekanisme operasional Asuransi Syariah
7. Apa
analisis SWOT Asuransi Syariah
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Asuransi Konvensional dan Syariah
2. Untuk
mengetahui dasar hukum Asuransi Syariah
3. Untuk
mengetahui perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional
4. Untuk
mengetahui produk dan jasa Asuransi Syariah
5. Untuk
mengetahui prinsip akad dan instrumen keuangan
6. Untuk
mengetahui mekanisme operasional Asuransi Syariah
7. Untuk
mengetahui analisis SWOT Asuransi Syariah
1
BAB
II
PEMBAHASAN
- Pegertian Asuransi
Asuransi
konvensional
Kata
asuransi berasal dari bahasa belanda assurantie, yang dalam hukum belanda
disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan assurantie
kemudian timbul istilah assuradeur bagi penanggung, dan geassureerde bagi
tertanggung.[1]
Menurut
Robert I. Mehr, asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko dengan
menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko agar kerugian individu secara
kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian
dibagi dan didistribusikan secara proporsional di antara semua unit-unit dalam
gabungan tersebut.[2]
Definisi
asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian,”Asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapakan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.[3]
Asuransi Syariah
Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta’min, penanggung
disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min.
At-ta’min (التامين) diambil dari kata (امن) memiliki arti memberi perlindungan,
ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.[4]
Al-Fanjari
mengartikan tadhamun, takaful, at-ta’min atau asuransi syariah dengan
pengertian saling menanggung atau tanggung jawab sosial.[5]
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis ulama Indonesia (DSN-MUI)
Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah bagian
pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam
bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan
syariah.[6]
Adapun
asuransi syariah harus dalam prinsip umum syariah yang sesuai dengan Fatwa DSN
No. 21/DSN-MUI/X/2001:
· Asuransi
Syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak
melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang menberikan
pola pengembalian untuk mengahadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan)
yang sesuai dengan syariah;
· Akad
yang sesuai syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung
gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm(penganiayaan),
risywah(suap), barang haram dan maksiat;
· Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang
dilakukan untuk tujuan komersial;
· Akad
tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikandan
tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial;
· Premi
adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai kesepakatan
dalam akad;
· Klaim
adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi
sesuai dengan kesepakatan dalam akad.[7]
- Dasar Hukum Asuransi Syariah
Al-Qur’an
QS. Al-maidah : 2
Artinya : “ dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
QS. Al-Hasyr :18
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa
depan). Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
Hadits
Hadis Riwayat At-Turmudzi
Diriwayatkan dari Anas bin malik ra., bertanya sesorang kepada Rasulullah
SAW tentang untanya : “apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya
bertakwa kepada Allah ?” Bersabda Rasulullah SAW, “pertama ikatlah unta itu,
lalu kemudian bertakwalah kepada Allah SWT.”
selain itu, yang menjadi landasan hukum dari asuransi syariah diantaranya
yaitu fatwa-fatwa sahabat, ijma’, qiyas dan istihsan.
A.
Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional
keterangan
|
Asuransi syariah
|
Asuransi konvensional
|
Pengawasan dewan syariah
|
Adanya dewan pengawas syariah. fungsinya mengawasi produk yang dipasarkan
dan investasi dana.
|
Tidak ada
|
Akad
|
Tolong menolong (takafulli)
|
Jual beli
|
Investasi dana
|
Investasi dana berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah)
|
Investasi dana berdasarkan bunga
|
Kepemilikan dana
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik peserta. p
rusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelola.
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan ; perusahaan bebas menentukan investasinya.
|
4
Pembayaran klaim
|
Dari rekening tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta ; sejak awal
sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi
musibah.
|
Dari rekening dana perusahaan.
|
Keuntungan (profit)
|
Dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil
(mudharabah)
|
Seluruhnya menjadi milik perusahaan.
|
B.
Produk
dan Jasa Asuransi Syariah
1.
Produk
Takaful Individu
Produk takaful individu
dibagi menjadi dua jenis, yaitu produk takaful individu tabungan dan produk
takaful non-tabungan.[8]
·
Produk-produk
Tabungan
·
Takaful dana investasi
·
Takaful dana haji
·
Takaful dana siswa
·
Takaful jabatan
·
Produk-produk
non-tabungan
·
Takaful al-khairaat
individu
·
Takaful kecelakaan
individu
·
Takaful kesehatan
individu
2. Produk takaful group
·
Takaful al-khairaat
dan tabungan haji
·
Takaful kecelakaan
siswa
·
Takaful wisata dan
perjalanan
·
Takaful kecelakaan
diri kumpulan
·
Takaful majelis ta’lim
·
Takaful pembiayaan
3. Produk takaful umum
·
Takaful kebakaran
·
Takaful kendaraan
bermotor
·
Takaful rekayasa
·
Takaful pengangkutan
·
Takaful rangka kapal
·
Asuransi takaful aneka
C.
Prinsip
Akad dan Instrumen Keuangan
Asuransi Syariah memiliki prinsip-prinsip
meliputi :[9]
·
Sesama muslim saling
bertanggung jawab. Kehidupan di antara sesama muslim terikat dalam suatu kaidah
yang sama dalam menegakkan nilai-nilai islam. Oleh karena itu, kesulitan
sesorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggng jawab sesama muslim. Sebagaimana
disebutkan dalam al-Qur’an surat Ali-imran : 103
·
Sesama manusia saling
bekerja sama atau saling membantu. Q.S. at-Taubah : 71
·
Sesama muslim saling
melindungi penderitaan sesama manusia. Q.S. ad-Dhuha :9-10
Prinsip akad yang dilakukan antara peserta
asuransi dengan pihak perusahaan terdiri atas dua akad, yaitu :[10]
§
Akad tijarah.
§
Akad tabbaru
Akad tijarah memiliki arti semua bentuk akad
yang dilakukan adalah untuk tujuan komersial. Akad tabbaru memiliki pengertian
semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong-menolong,
bukan semata-mata untuk tujuan komersil. Pengaplikasian akad tijarah dalam
asuransi syariah lebih dikenal sebagai akad mudharabah, sedangkan akad tabbaru
dikenal dengan hibah.
Posisi Pihak Pelaksana Akad
Dalam akad tijarah atau mudharabah,
perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana, dan peserta
atau shahibul mal adalah pemegang polis, seperti halnya terdapat dalam asuransi
konvensional. Sedangkan dalam akad tabbaru, peserta asuransi berkedudukan
sebagai pemberi hibah yang digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena
musibah, dengan perusahaan asuransi sebagai penengah serta pengelola dana hibah
tersebut.
D. Mekanisme Operasional Asuransi Syariah
Di
dalam operasional asuransi syari’ah yang sebenarnya terjadi adalah saling
bertanggung jawab, membantu dan melindungi diantara para peserta sendiri.
Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk
mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan
kepada yang mengalami musibah sesuai isi fakta perjanjian tersebut.
Adapun
proses yang dilalui seputar mekanisme kerja asuransi syariah dapat diuraikan:[11]
1.
Underwriting
Underwriting
adalah proses penafsiran jangka hidup seorang calon peserta yang dikaitkan
dengan besarnya resiko untuk menentukan besarnya premi. Underwriting asuransi
syariah bertujuan memberikan skema pembagian resiko yang proposional dan adil
diantara para peserta yang secara relatif homogen.
Dalam
melakukan proses underwriting terdapat tiga konsep penting yang menjadi dasar
bagi perusahaan asuransi untuk menerima dan menolak suatu penutupan resiko.
Pertama, kemungkinan menderita kerugian, kondisi ini diramalkan berdasarkan apa
yang terjadi pada masa lalu. Kedua, tingkat resiko, yaitu ketidakpastian akan
kerugian pada masa yang akan datang. Ketiga, hukum bilangan dimana makin banyak
obyek yang mempunyai resiko yang sama atau hampir sama, akan makin bertambah
baik bagi perusahaan karena penyebaran risiko akan lebih luas dan kemungkinan
menderita kerugian dapat secara sistematis diramalkan.
Pada
asuransi syariah underwriting berperan:
a.
Mempertimbangkan
risiko yang diajukan. Proses seleksi yang dilakukan oleh underwriting
dipengaruhi oleh faktor usia, kondisi fisik atau kesehatan, jenis pekerjaan,
moral dan kebiasaan, besarnya nilai pertanggungan, dan jenis kelamin.
b.
Memutuskan
meneriama atau tidak risiko-risiko tersebut.
c.
Menentukan
syarat, ketentuan dan lingkup ganti rugi termasuk memastikan peserta membayar
premi sesuai dengan tingkat risiko, menetapkan besarnya jumlah pertanggungan,
lamanya waktu asuransi, dan plan sesuai dengan tingkat risiko peserta.
d.
Mengenakan biaya
upah (ijarah/fee) pada dana kontribusi peserta.
e.
Mengamankan
profit morgin dan menjaga agar perusahaan asuransi tidak rugi.
f.
Menjaga
kestabilan dana yang terhimpun agar perusahaan dapat berkembang.
g.
Menghindari anti
seleksi.
h.
Underwriting
juga harus memperhatikan pasar kompetetif yang ada dalam ketentuan tarif,
penyebaran resiko dan volume, dan hasil survei.
Beberapa
hal yang patut menjadi perhatian para underwriter pada asuransi umum, sebelum
mengambil keputusan untuk mengaksep atau tidak suatu prospek adalah sebagai
berikut:
a.
Kompetisi
Disisni
dituntut kematangan seorang underwriter. Underwriter yang baik adalah yang
adil.
8
b.
Penyebaran
resiko dan volume.
c.
Survei
Survei
akan memungkinkan underwriter memperoleh setiap detail kemungkinan mengenai
resiko kondisi fisik dan juga kesempatan mengamankan informasi mengenai keadaan
moral pemohon. Laporan survei meliputi sejumlah ciri-ciri berikut:
1)
Deskripsi utuh terhadap resiko.
2)
Penilaian tingkat resiko.
3)
Pengukuran kemungkinan kerugian maksimal.
Calon
peserta harus mengisi formulir permohonan secara lengkap yang intinya antara
lain sebagai berikut:
a.
Uraian bisnis
secara rinci.
b.
Perubahan bisnis
yang dilakukan belakangan ini dan kemungkinan pengembangannya selama masa
keikutsertaannya asuransi syariah.
c.
Catatan perkara
yang telah dialami.
2. Polis
Polis
asuransi adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi
dengan perusahaan asuransi. Polis asuransi merupakan bukti auntetik berupa akta
mengenai adanya perjanjian asuransi. Unsur-unsur yang harus ada dalam polis
adalah:
a.
Deklarasi,
memuat data yang berkaitan dengan peserta seperti nama, alamat, jenis dan
lokasi objek asuransi, tanggal dan jangka waktu penutupan, perhitungan dan
besarnya premi serta informasi lain yang diperlukan.
b.
Perjanjian
asuransi, memuat pernyataan perusahaan asuransi menyatakan kesanggupannya
mengganti kerugian atas objek asuransi apabila terjadi kerusakan.
c.
Pernyataan
polis, memuat kondisi objek, batas waktu pembayaran premi, permintaan
pembatalan polis, prosedur pengajuan klaim, asuransi ganda, subrogasi.
d.
Pengecualian,
memuat penyebutan dengan jelas musibah apa saja yang tidak ditutup atau diluar
penutupan asuransi.
9
e.
Kondisi
pertanggungan, memuat kondisi objek yang diasuransikan.
f.
Polis
ditandatangani oleh perusahaan asuransi.
Dalam
asuransi Islam, untuk menghindari unsur-unsur yang diharamkan di atas kontrak
asuransi, maka diberikan beberapa pilihan kontrak alternatif dalam polis
asuransi tersebut. Sebagai ilustrasi:
a.
Polis dengan
akad Mudhorobah atau mudhobbah musyarakah. Pada akad Mudhorobah peserta
asuransi menyediakan modal untuk dikelola oleh operator asuransi. Sedangkan
Mudhorobah musyarakah perusahaan asuransi sebagai Mudhorib menyertkan modal
atau dananya dalam investasi bersama dana peserta. Dalam kontrak tercantum
persetujuan
kontribusi
yang dijadikan dana asuransi syariah dan pihak operator berhak mengelola dan
mengivestasikan dana asuransi untuk kepentingan perusahaan sesuai dengan prinsip Mudhorobah.
Peserta menyetujui kontribusinya dijadikan tabarru’ dan digunakan untuk
membantu peserta lain yan tertimpa musibah dalam bentuk hibah.
b.
Wakalah bil
ujrah, yaitu pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk
mengelola dana peserta dengan pemberian ujrah (fee). Persetujuan kontribusi
yang dimasukkan dapat dinvestasikan dan dikelola sesuai dengan prinsip syariah,
persetujuan pembayaran klaim/manfaat asuransi, provisi dan cadangan sesuai
pedoman dan kebijakan otoritas. Persetujuan membayar biaya wakalah bil ujrah.
3. Premi (Kontribusi)
Premi
asuransi bagi peserta secara umum bermanfaat untuk menentukan besar tabungan
peserta asuransi, mendapatkan santunan kebajikan atau dana klaim terhadap suatu
kejadian yang mengakibatkan terjadinya klaim, menambahkan investasi pada masa
yang akan datang. Sedangkan bagi perusahaan premi berguna untuk menambah
investasi pada suatu usaha untuk dikelola. Premi yang dikumpulkan dari peserta
paling tidak harus cukup untuk menutupi tiga hal, yaitu klaim resiko yang
dijamin, biaya akuisisi, dan biaya pengelolaan operasional perusahaan.
Premi
dalam asuransi syariah umumnya dibagi beberapa bagian, yaitu:
1)
Premi tabungan,
yaitu bagian premi yang merupakan dana tabungan pemegang polis yang dikelola
oleh perusahaan dimana pemiliknya akan mendapatkan hak sesuai dengan
kesepakatan dari pendapatan investasi bersih. Premi tabungan dan hak bagi hasil
investasi akan diberikan kepada peserta bila yang bersangkutan dinyatakan
berhenti sebagai peserta.
10
2)
Premi tabarru’,
yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh pemegang polis dan digunakan untuk
tolong menolong dan menaggulangi musibah kematian yang akan disantunkan kepada
ahli waris bila peserta meninggal dunia sebelum masa asuransi berakhir.
3)
Premi biaya
adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada perusahaan yang
digunakan untuk membiayai operasional perusahaan dalam rangka pengelolaan dana
asuransi.
Penetapan
besarnya tarif premi tidak ditentukan oleh pemerintah, karena diserahkan pada
mekanisme pasar yang berlaku. Namun pada dasarnya tarif premi menurut aturan
pemerintah harus memenuhi unsur berikut:
Penetapan
tarif premi asuransi kerugian, perhitungan jumlah premi yang akan mempengaruhi
dana klaim tergantung pada beberapa hal, antara lain:
1) Penetapan
tarif premi harus dilakukan dengan memperhitungkan:
a.
Premi murni
dihitung berdasarkan profil kerugian untuk jenis asuransi yang bersangkutan
sekurang-kurangnya 5 tahun terakhir.
b.
Biaya perolehan,
termasuk komisi agen.
c.
Biaya
administrasi dan biaya umum lainnya.
2)
Tarif
premi harus ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak melebihi dan tidak
ditetapkan secara diskriminatif. Demikian pula tidak boleh terlalu berlebihan
sehingga tidak sebanding dengan manfaat yang dijanjikan.
4. Pengeolaan dana asuransi (Premi)
Pengelolaan
dana asuransi (premi) dapat dilakukan dengan akad mudharabah, mudharabah
musyarakah, atau wakalah bil ujrah. Pada akad mudhorobah, keuntungan perusahaan
asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari investasi (sistem
bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal
dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal.
Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara peserta dan
perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati.
11
Pada
akad mudharobah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib yang
menyertakan modal atau dananya dalam investai bersama dana para peserta.
Perusahaan dan peserta berhak memperoleh bagi hasil dari keuntungan yang
diperoleh dari investasi. Sedangkan pada akad wakalah bil ujrah, perusahaan
berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan. Para peserta memberikan kuasa
kepada perusahaan untuk mengelola dananya dalam hal: kegiatan administrasi,
pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting, pemasaran, dan investasi.
Dalam
mendeskripsikan tentang cara atau mekanisme kerja asuransi syariah ini, akan
dibagi kepada dua pembahasan pokok sesuai dengan pembagian asuransi syariah itu
sendiri, yakni asuransi syariah keluarga dan asuransi umum. Pembagian ini
sangat penting dilakukan mengingat mekanisme kerja dari kedua syariah itu
memiliki sedikit perbedaan, yakni dalam pengelolaan premi yang disetor kepada
perusahaan asuransi syariah. Perbedaan itu muncul disebabkan sesuatu yang
diasuransikannya berbeda; kalau asuransi umum (kerugian) yang diasuransikan itu
harta atau hak milik peserta asuransi, sedangkan diasuransi keluarga (jiwa)
yang diasuransikan adalah diri peserta asuransi itu sendiri.
Selain
kedua topik diatas, dalam bagian ini akan dibahas pula tentang pembayaran klaim
oleh perusahaan asuransi kepada peserta asuransi yang tertimpa musibah atau
bencana.
1.
Mekanisme kerja asuransi keluarga
Mekanisme
asuransi keluarga ini diawali oleh terjadinya akad atau transaksi antara
perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. Akad tersebut dilakukan sesuai
dengan produk asuransi yang akan dimanfaatkan oleh peserta asuransi. Untuk satu
produk asuransi akan dilakukan satu akad. Pada saat akad berlangsung peserta
asuransi harus sudah menentukan produk asuransi yang akan diambil, seperti
Asuransi Berjangka (10, 15, atau 20 tahun), Asuransi dana Investasi, Asuransi
Kesehatan, Asuransi Kecelakaan Diri. Setelah akad berlangsung, maka dalam
asuransi keluarga diatur menurut sebagai berikut:
a.
Peserta asuransi
syariah bebas memilih salah satu jenis syariah keluarga yang ada dengan
ketentuan umur peserta antara 18 sampai dengan 50 tahun dengan masa pembayaran
klaim berakhir sebelum mencapai umur 60 tahun.
b.
Perusahaan
asuransi syariah dan peserta asuransi syariah mengadakan perjanjian mudhorobah
(bagi hasil), yang sekaligus dinyatakan pula hak dan kewajiban diantara kedua
belah pihak.
12
c.
Setiap peserta
asuransi syariah menyerahkan premi asuransi yang dapat dilakukan secara
bulanan, kuartalan, setengah tahunan, atau tahunan. Premi yang diserahkan
dengan kemampuan peserta, tetapi tidak boleh kurang dari jumlah minimal yang
ditetapkan perusahaan asuransi sebagai berikut:
1)
Setiap premi
yang dibayarkan peserta dibagi kedalam dua rekening, yaitu rekening peserta dan
rekening derma atau tabarru’. Presentase kedua rekening itu ditentukan sesuai
kelompok umur peserta dan jangka waktu pertanggung.
2)
Uang angsuran
(premi) oleh perusahaan asuransi akan akan disatukan ke dalam “Kumpulan Dana
Peserta”, yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan proyek
yang dibenarkan syariah.
3)
Keuntungan yang
diperoleh dari investasi itu akan dibagi dengan peserta sesuai dengan
perjanjian mudhorobah yang telah disepakati sebelumnya.
4)
Keuntungan
bagian peserta akan dikreditkan ke dalam rekening peserta dan rekening derma
atau tabarru’ secara proposional.
Ada
beberapa tahap yang dilalui dalam pengelolaan dana di Asuransi Syariah
Keluarga., yaitu:
1)
peserta
menyerahkan sejumlah premi kepada perusahaan asuransi;
2)
perusahaan
asuransi menerima premi dari peserta, yang dimasukkan ke dalam dua rekening
tabungan peserta dan tabungan derma, yang selanjutnya disatukan kembali ke
dalam kumpulan dana peserta;
3)
perusahaan
asuransi mengivestasikan dana yang terkumpul kepada investor dengan prinsip
syariah (mudhorobah atau musyarokah);
4)
investor
melakukan investasi dan menyerahkan sebagian keuntungan kepada perusahaan
asuransi sesuai porsi pembagian yang disepakati;
5)
perusahaan
asuransi menerima keuntungan dari investor yang dimasukkan ke dalam kumpulan
dana peserta;
6)
perusahaan
asuransi memilah kembali kumpulan dana peserta kepada tabungan peserta dan
tabungan derma;
7)
perusahaan
asuransi menyerahkan pembayaran klaim kepada peserta yang tertimpa musibah atau
peserta yang habis masa kontraknya, atau peserta yang mengundurkan diri.
13
2.
Mekanisme kerja asuransi syariah umum
Mekanisme
kerja asuransi syariah umum juga diawali oleh terjadinya akad atau transaksi
antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. Akad tersebut dilakukan sesuai
dengan produk asuransi yang akan dimanfaatkan oleh peserta asuransi. Untuk satu
produk asuransi akan dilakukan satu akad. Pada saat akad berlangsung peserta
asuransi harus sudah menentukan produk asuransi yang akan diambil, seperti
Asuransi Kendaraan Bermotor, Asuransi Kebakaran, Asuransi Resiko Pembangunan,
Asuransi Mesin, Asuransi Pengangkutan, atau produk asuransi syariah umum
lainnya.
Setelah
akad berlangsung, maka dalam asuransi syariah umum diatur menurut aturan
sebagai berikut:
a.
Peserta dapat terdiri
dari perorangan, perusahaan, lembaga/yayasan/badan hukum, atau yang lainnya.
b.
Perjanjian
kerjasama antara perusahaan asuransi dan peserta asuransi syariah umum
dilakukan berdasarkan prinsip mudhorobah.
c.
Besarnya nominal
premi tergantung dari jenis asuransi yang dipilih. Setoran premi dilakukan
sekaligus pada awal kontrak dibuat. Jangka waktu pertanggungan adalah satu
tahun, dan harus diperbarui jika kontrak hendak diperpanjang untuk tahun
berikutnya.
d.
Premi asuransi
dikumpulkan dalam satu kumpulan dana yang kemudian dinvestasikan dalam proyek
atau pembiayaan lainnya sejalan dengan syariah.
e.
Keuntungan dari
investasi akan dikreditkan ke dalam kumpulan dana peserta.
f.
Jika terjadi
musibah atas harta benda peserta yang diasuransikan, maka perusahaan asuransi
membayarkan ganti rugi kepada peserta tersebut dengan dana yang diambil dari
kumpulan dana peserta asuransi syariah umum.
g.
Biaya-biaya yang
diperlukan oleh perusahaan asuransi diambil dari kumpulan dana peserta. Jika
masih terdapat terdapat kelebihan dana akan dibayarkan kepada peserta dan
perusahaan asuransi menurut prinsip mudhorobah.
Ada
beberapa tahap yang dilalui dalam pengelolaan dana di asuransi syariah umum,
yaitu:
1)
peserta
menyerahkan sejumlah premi;
14
2)
perusahaan
asuransi menerima premi dari peserta yang dimasukkan ke dalam kumpulan dana
peserta;
3)
perusahaan
asuransi menginvestasikan dana yang terkumpul kepada investor dengan prinsip
syariah (mudhorobah atau musyarokah);
4)
investor
melakukan investasi dan menyerahkan sebagian keuntungannya kepada perusahaan
asuransi sesuai kesepakatan;
5)
perusahaan
asuransi menerima keuntungan dari investor yang dimasukkan ke dalam kumpulan
dana peserta;
6)
perusahaan
asuransi menyerahkan pembayaran klaim kepada peserta yang tertimpa musibah atau
peserta yang habis masa kontraknya, atau peserta yang mengundurkan diri.
3.
Pembayaran klaim asuransi syariah
Apabila
peserta tertimpa musibah selama masa kontrak atau habis masa kontrak atau
mengundurkan diri, maka peserta yang bersangkutan akan mendapatkan pembayaran
klaim yang diberikan oleh perusahaan asuransi. Peserta yang tertimpa musibah
sumber pembayaran klaimnya ada perbedaan antara peserta asuransi syariah
keluarga (jiwa) dengan peserta asuransi syariah umum (kerugian). Perbedaan
diantara keduanya terletak dalam pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan
tabarru’. Dalam asuransi syariah keluarga, peserta selain mendapatkan tabungan
dan porsi bagi hasil, ia juga mendapatkan bagian dari tabungan tabarru’, yakni
tabungan yang berasal dari peserta yang secara ikhlas diinfakan untuk membantu
peserta lain yang tertimpa musibah. Sedangkan dalam asuransi syariah umum,
peserta hanya mendapatkan pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan peserta
dan porsi bagi hasil, dan tidak mendapatkan pembayaran klaim yang bersumber
dari tabungan tabarru’.
Sedangkan
peserta yang habis masa kontraknya akan memperoleh pembayaran kalim yang
bersumber dari tabungan peserta dan porsi bagi hasil. Selain itu, khusus dalam
asuransi syariah keluarga, peserta juga akan memperoleh bagian dari tabungan tabarru’
apabila terdapat kelebihan setelah dikurangi pembayaran klaim dan biaya
operasional.
Adapun
peserta yang mengundurkan diri sementara saat masa kontrak masih berlangsung,
tetap akan mendapatkan pembayaran klaim berupa tabungan peserta dan porsi bagi
hasil. Tabungan peserta yang diberikan kepada peserta adalah tabungan sejak
menjadi peserta asuransi sampai pada saat pengunduran diri. Jumlah tabungan ini
pun ikut menentukan pula pada bagian kentungan yang diperolehnya dari prinsip
mudhorobah.
15
E.
Analisis SWOT
Analisis SWOT asuransi Syariah adalah sebagai
berikut[12]
:
A.
Peluang
Beberapa
faktor yang merupakan peluang dan mendukung prospek asuransi syariah adalah
1. Keunggulan
konsep asuransi syariah dapat memenuhi peningkatan tuntutan rasa keadilan dari
masyarakat.
2. Jumlah
penduduk beragama Islam di Indonesia
lebih dari 180 Juta orang
3. Meningkatnya
kesadaran bermuamalah sesuai syariah, tumbuh subur khususnya pada masyarakat
golongan menengah.
4. Meningkatnya
kebutuhan jasa asuransi karena perkembangan ekonomi umat.
5. Tumbuhya
lembaga keuangan syraiah (LKS) lainnya seperti perbankan dan reksadana.
6. Kompetitor
dalam bisnis asuransi syariah masih sedikit.
7. Berlakunya
undang-undang otonomi daerah yang akan memacu perkembangan ekonomi daerah.
8. Kebutuhan
meningkatkan pendidikan (anak).
9. Meningkatnya
resiko kehidupan.
10. Menurunnya
rasa ”tolong menolong” di masyarakat (tidak membudaya lagi).
11. Globalisasi
(teknologi internet sebagai penunjang bisnis).
12. Adanya
UU Dana Pensiun.
B.
Ancaman/ Tantangan
Sedangkan
faktor yang masih merupakan ancaman atau tantangan bagi perkembangan asuransi
syariah di Indonesia adalah :
1.
Globalisasi,
masuknya asuransi luar negeri yang memiliki : kapital besar dan teknologi yang
lebih tinggi sehingga membuat premi suransi lebih murah.
2.
Asuransi
konvensional dan lembaga keuangan lainnya yang lebih efisien.
3.
Citra lembaga
keuangan syariah masih belum mapan di mata masyarakat, padahal ekspektasi
masyarakat terhadap LKS sangat tinggi.
4.
Sarana investasi
syariah yang ada sekarang belum mendukung secara optimal untuk perkembangan
asuransi syariah.
5.
Belum ada UU dan
PP yang secara khusus mengatur asuransi syariah.
6.
Budaya suap dan
kolusi dalam asuransi kumpulan (group insurance) masih kental.
7.
Alokasi
pengeluaran masyarakat untuk asuransi masih sangat terbatas, hal ini nampaknya
berkaitan dengan masalah sosialisasi asuransi dan pengalaman berasuransi.
C.
Kekuatan
Dalam
upaya pengembangan operator asuransi syariah baru di Indonesia, yang dapat
menjadi kekuatan positif adalah sebagai berikut :
1.
Tenaga kerja
profesional/ sumber daya manusia inti yang kompeten dan memilki integritas
moral.
2.
Pemegang saham
yang memiliki visi dan misi syariah yang jelas.
3.
Kelompok
pemegang saham diharapkan memiliki infrastruktur teknologi dan potensi tenaga
ahli (mislanya: Fund manager).
4.
Dalam aspek
legal, sifat perjanjian yang memenuhi syarat syariah mampu memberi rasa aman
kepada peserta asuransi syariah, selain unsur duniawi semata.
5.
Adanya unsur
dakwah.
6.
Produk asuransi
bersifat transparan.
D.
Kelemahan
Namun
demikian, system asuransi syariah dan “core team” asuransi syariah baru ini memiliki kelemahan yang masih dalam tahap
peningkatan yaitu :
1.
SDM pendukung belum banyak memahami bisnis syariah.
2.
Dalam hal
pemasaran, alternatif distributif relatif masih terbatas dibandingkan pola
konvensional.
17
3.
Kompleksitas
dalam sistem administrasi syariah (misalnya perhitungan bagi hasil dan tingkat
hasil investasi).
4.
Permodalan yang
terbatas akan mempengaruhi
5.
Sistem/teknologi
pendukung manajemen
6.
Strategi bisnis
7.
Ketersediaan
infrasturktur (internal, eksternal, customer support,dll)
18
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asuransi sebagai
satu wujud usaha dalam pertanggungan yang melibatkan antara sekelompok
(kumpulan) orang disatu pihak dan perusahaan asuransi, sebagai lembaga
pengelola dana di pihak lain, telah mengangkat “isu” utama saling menanggung
dalam menghadapi musibah dan bencana. Dilihat dari nilai bawan yang tertera
dalam teks-teks absolut (Al-Qur’an dan As-Sunnah), maka nilai dasar dari
asuransi syariah mempunyai nilai sosial oriented yaitu sebuah nilai yang
didasarkan pada semangat saling tolong-menolong antar sesama peserta asuransi
dalam menghadapi musibah.
B.
Saran
·
Lebih memperbayak sosialisasi
mengenai asuransi syariah sehingga masyarakat dapat benar-benar memahami
tentang asuransi syariah
·
Memperbanyak pelatihan SDM agar
lebih kompeten dalam lembaga asuransi syariah
·
Meningkatkan teknologi pendukung
asuransi syariah.
19
DAFTAR PUSTAKA
Sula, Muhammad Syakir, AAIJ, FIIS,
(2004), Asuransi Syariah : Life and General, Gema insani, Jakarta
Sudarsono, Heri, (2008), Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan ilustrasi, Ekonisia, yogyakarta
[1]
Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah : Life and General,
Gema insani, Jakarta, 2004, hal. 26
[2]
Ibid, hal. 26
[3]
Ibid, hal. 27
[4]
Ibid, hal. 28
2
[5]
Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah : Life and General,
Gema insani, Jakarta, 2004, hal. 28
3
[8]
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan ilustrasi, Ekonisia,
yogyakarta, Edisi 3, Cet 1, 2008, hal 137
5
[9]
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan ilustrasi, Ekonisia,
yogyakarta, Edisi 3, Cet 1, 2008, hal 121
6
Lengkap banget Referensinya , ijin menyimak untuk Asuransi Syariah buat nambah wawasan.
ReplyDelete