Tuesday, 22 September 2015

Asuransi Pasar Modal dan Obligasi (sukuk)


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini, perkembangan ekonomi Islam di Indonesia bukan hanya perbankan syariah, tapi sudah menjalar ke bisnis asuransi, bisnis multilevel marketing, bisnis pegadaian, bisnis perhotelan, bahkan ke pasar modal dan obligasi. Para investor Muslim kini tidak perlu susah-susah lagi untuk menanamkan modalnya pada suatu jenis usaha, karena Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah memiliki Jakarta Islamic Index (JII) yang memuat indeks saham-saham yang masuk kategori halal dan baik.
Meski ekonomi islam di Indonesia sudah menunjukkan eksistensinya dalam mengambil perananny, namun, masih banyak kendala yang dihadapi bagi pengembangan ekonomi Islam di Indonesia. Maka diperlukan langkah-langkah agar pembumian ekonomi Islam di Indonesia bisa lebih eksis, tersosialisasi dengan baik dan banyak diminati oleh seluruh elemen, langkah tersebut adalah diperlukan Sinergitas dari semua kalangan masyarakat baik itu regulasi, akademisi maupun praktisi harus terwujud agar tidak ada ketimpangan di dalam membumikan ekonomi Islam di Indonesia. Peran aktif dari masyarakat umum merupakan faktor penting dalam pembumian ekonomi Islam.
2. Rumusan Masalah
²  Apa pengertian Asuransi, Pasar Modal, dan Obligasi Syari’ah dan          Konvensional ?
²  Bagaimana prospek pembumian Asuransi Syari’ah, Pasar Modal Syari’ah, dan    Sukuk di Indonesia ?
3. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui perbedaan dari Asuransi, Pasar Modal dan Obligasi Syari’ah dan Konvensional. Dan untuk mengetahui bagaimana prospek pembumian Asuransi Syari’ah, Pasar Modal Syari’ah dan Sukuk di Indonesia.








BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Prospek Asuransi Syariah di Indonesia
setiap manusia diperintahkan untuk berusaha dalam mencapai tujuan hidup. Dalam kaitannya dengan Asuransi, bukan berarti kehidupan manusia dan segala permasalahannya dijaminkan melalui perusahaan asuransi dengan membayar premi. Namun, keikutsertaan dalam menjadi bagian sebagai pemegang polis Asuransi mencirikan usaha manusia yang ingin mencapai masa depan dengan persiapan yang lebih matang. Keterbatasan manusia yang tidak mampu mengetahui apa yang terjadi esok disempurnakan oleh pengetahuan Allah swt yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan apa yang telah diperbuatnya kini untuk waktu berikutnya nanti [QS. Al Hasyr: 18].
Sebelum kita mengetahui pengertian Asuransi syariah, terlebih dahulu kita mengetahui pengertian Asuransi konvensional.
Asuransi Konvensional
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1992 :
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapakan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pada dasarnya polis asuransi adalah suatu kontrak yakni suatu perjanjian yang sah antara penanggung ( dalam hal ini perusahaan asuransi ) dengan tertanggung. Dimana pihak penanggung besedia menanggung sejumlah kerugian yang mingkin timbul dimasa yang akan datang dengan imbalan pembayaran ( premi ) tertentu dari tertanggung.
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko ( Risk transfer mechanism ) yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak ( tertanggung ) kepada pihak lain ( penanggung ), dan dana klaim berasal dari perusahaan asuransi.
Asuransi Syariah
Asuransi Syariah ( Ta’min, takaful, Tadhamun ) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapai resiko tertentu melalui akad ( perikatan ) yang sesuai dengan syariah yaitu tidak mengandung gharar, maysir, riba, dzulm, risywah, barang haram, dan maksiat. Adapun akad yang dilakukan peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah  ( mudharabah ) dan akad tabarru’ ( hibah ).
Asuransi syariah merupakan sebuah sistem diamana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi atau premi yang mereka bayar yang digunakan untuk membayar klaim atas musibah yang dialami oleh peserta yang lain. Jika nasabah Asuransi Syariah mengajukan klaim, maka dana klaim berasal dari rekening tabarru’ ( kebajikan ) seluruh peserta.
Hal utama yang membedakan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional ialah pada Asuransi Syariah terdapat usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong di antara para pemegang polis melalui dana tabarru’ yang sesuai dengan akad syariah. Sedangkan pada Asuransi Konvensional yang terjadi adalah transfer risk, yakni jual beli antara uang premi dengan uang pertanggungan resiko. Uang premi sudah jelas nilainya, sedangkan uang pertanggungan belum jelas nilainya sesuai dengan resiko/musibah yang terjadi. Ketidakjelasan pada Asuransi Konvensional inilah yang belum sesuai dengan syariah karena termasuk dalam kategori gharar.

Prospek untuk asuransi Syariah cukup menjanjikan. Pengamat Ekonomi Syariah menilai tahun 2013 merupakan tahun bagi melejitnya pertumbuhan Asuransi Syariah. Hal ini dikarenakan adanya regulasi yang memudahkan perusahaan Asuransi Syariah dalam memenuhi modal, yaitu sebesar Rp 50 Miliar, lebih kecil bila dibandingkan dengan kewajiban pemenuhan modal bagi Asuransi Konvensional yang sebesar Rp 100 Miliar (dua kali lipat dari kewajiban pemenuhan modal perusahaan Asuransi Syariah). Dengan peraturan tersebut, ketika sebuah perusahaan asuransi belum memiliki modal yang cukup, diharapkan akan banyak perusahaan yang melakukan konversi dari Asuransi Konvensional menjadi Asuransi Syariah. Tentu pertumbuhan ini bukan hanya disebabkan alasan ketidakcukupan modal untuk menjadi perusahaan Asuransi Konvensional, namun yang menjadi harapan adalah semakin berkembang pula produk-produk Asuransi Syariah seiring tumbuhnya jumlah perusahaan Asuransi Syariah.
Salah satu produk yang dimiliki Asuransi Syariah,  seperti yang terdapat pada PT Allianz Life Indonesia adalah Asuransi Kesehatan Perorangan (SmartHealth Maxi Violet) yang memiliki keunggulan seperti penanggungan biaya akomodasi termasuk ruangan ICU, biaya obat-obatan selama perawatan, biaya tak terduga karena kecelakaan, biaya ambulan, sampai biaya pembedahan. Produk ini menyediakan fasilitas yang menarik bagi masyarakat yang ingin menjaga dirinya dari hal-hal yang tidak terduga terkait dengan kesehatan.                             
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) memperkirakan pertumbuhan industri asuransi syariah pada 2013 mencapai 30-40 persen. Tahun 2014 juga diperkirakan akan menjadi puncak pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia. Pertumbuhan ini didorong oleh bertambahnya satu perusahaan asuransi syariah akibat dua aturan baru di industri tersebut. Kedua aturan tersebut adalah modal minimal perusahaan dan spin off unit usaha syariah perusahaan asuransi.
Premi bruto yang berhasil dicetak oleh asuransi syariah di tahun 2011 sebesar Rp. 4,97 triliun. Hampir sepuluh kali lipat dari premi yang dibukukan di tahun 2006. Karena hal tersebut, Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan industri asuransi syariah tercepat.
2.         Pengertian dan Prospek Pasar Modal Syariah
UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ( UUPM ) :
Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syari’ah dapat diartikan sebagai Pasar Modal yang dalam operasionalnya menerapkan prinsip-prinsip syariah. Adapun yang dimaksud prinsip-prinsip syariah dalam operasional Pasar Modal adalah prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI.
Beberapa akad yang digunakan dalam pasar modal syariah diantaranya :
l  Bagi hasil ( syirkah )
- Mudharabah. Mudharabah mengakibatkan pemilikan harta bagi shahib al mal pada usaha yang dijalankan oleh mudharib. Pemilikan harta menurut syariah dapat dialihkan melalui hibah dan jual beli.
- Musyarakah. Seperti mudharabah, musyarakah juga mengakibatkan pemilikan harta bagi musyarik pada usaha yang dijalankan. Pemilikan harta menurut syariah dapat dialihkan melalui hibah dan jual beli. 
l  Jual beli
-Murabahah. Murabahah menghasilkan kepemilikan harta bagi si pembeli. Jika murabahah tidak dilakukan secara tunai, maka yang timbul darinya adalah hutang. Sedangkan hutang hanya boleh dijual belikan pada nilai nominal ( at par ). Hutang yang timbul dari murabahah hanya bisa diperjualbelikan pada harga yang disepakati ( lebih tinggi atau lebih rendah ) apabila ia terkumpul dalam suatu aset yang kepemilikannya bisa dperjualbelikan. Hal ini hanya mungkin apabila dilakukan secara mudharabah atau musyarakah.
- Salam. Jual beli salam mengakibatkan piutang bagi si pembeli dan hutang barang bagi si penjual. Piutang tidak dapat diperjualbelikan kecuali pada nilai nominal. Oleh karena itu, seperti murabahah, ia hanya bisa diperjualbelikan pada harga yang disepakati apabila ia terkumpul dalam suatu aset yang kepemilikannya bisa diperjualbelikan. Hal ini hanya mungkin apabila dilakukan secara mudharabah atau musyarakah. 
- Istishna. Seperti salam, istishna mengakibatkan piutang bagi si pembeli dan hutang aset bagi si penjual.
l  Sewa
- Ijarah. Ijarah menyebabkan manfaat aset berpindah kepada penyewa, sedangkan kepemilikan tetap kepada si pemberi sewa. Pemilik dapat menjual kepemilikannya kepada pihak lain, tapi manfaatnya tetap dimiliki oleh penyewa sampai jangka waktu penyewaan berakhir. Di sisi lain, pendapatan sewa tidak lagi untuk pemilik pertama.
- Ijarah muntahiya bittamlik adalah dua akad yang berurutan, yakni si penyewa dapat membeli aset yang disewakan setelah masa sewa berakhir.  
Di indonesia, perkembangan instrumen syariah di pasar modal sudah terjadi sejak tahun 1997. Diawali dengan lahirnya reksadana syariah yang diprakarsai oleh dana reksa. Selanjutnya PT Bursa Efek Jakarta ( BEJ ) bersama dengan PT Dana Reksa Invesment Manajement ( DIM ) meuncurkan Jakarta Islamic Index ( JII ) yang mencakup 30 jenis saham dari emiten-emiten yang kegiatan usahanya memenuhi ketentuan tentang hukum syariah. Penentuan kriteria dari komponen JII tersebut disusun berdasarkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah DIM. 
Otoritas pasar modal mengklaim pasar modal syariah Tanah Air telah mengalami perkembangan signifikan dalam 2 tahun terakhir.

Berdasarkan data PT Bursa Efek Indonesia per Oktober 2013, sejak 2011 terdapat penambahan sebanyak 764 investor syariah, 22 reksa dana syariah reksa dana baru dengan rata-rata pertumbuhan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar 30%, dan peluncuran exchange trade fund (ETF) berbasis syariah pertama di Indonesia.

3. Pengertian dan Prospek Sukuk ( Obligasi Syariah )
Obligasi syariah (sukuk) bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat atau note. Sukuk dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah Penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata cheque dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
Pada awalnya, penerbitan obligasi syari’ah di Indonesia dipelopori oleh PT Indonesian Satelite Corporation Tbk, (Indosat). Ketika itu indosat hanya menawarkan sekitar 10-20 persen saja dari obligasinya dengan skema syari’ah. Dari sejumlah 1 triliun rupiah, kala itu Indosat melempar sekitar 100 miliar rupiah ke pangsa pasar modal syari’ah. Dalam peluncurannya respon pasar sangat positif bahkan Indosat mengalami kelebihan permintaan (oversubscribe) hingga meningkatkan penawaran mudharabahnya menjadi 175 miliar rupiah. Dengan melihat penerbitan obligasi syari’ah Indosat, diharapkan pangsa pasar investasi pada instrumen syari’ah akan lebih berkembang. Industri obligasi syari’ah di Indonesia diharapkan bisa berkembang seperti di Malaysia yang telah mencapai hasil di atas Rp 3 milliar. Selain itu, potensi investor dari negara Muslim di seluruh dunia mencapai jumlah di atas US$ 7000 miliar, suatu jumlah yang tidak sedikit dan sangat signifikan untuk dijadikan pasar yang perspektif bagi obligasi syari’ah ke depan.
Obligasi syari’ah yang diterbitkan oleh PT. Indosat saat ini merupakan salah satu obligasi syari’ah yang memberikan return rata-rata paling tinggi. Dengan return setara rate yang pernah mencapai 20 persen dan terendah 16 persen, obligasi syari’ah PT. Indosat yang menggunakan akad bagi hasil ini merupakan obligasi syari’ah pertama yang tercatat di Bursa Efek Surabaya (BES). Melihat suksesnya obligasi syari’ah yang diluncurkan oleh PT. Indosat Tbk, beberapa emiten menyusul meluncurkan obligasi syari’ah, diantaranya : PT. Berlian Laju Tanker Tbk dengan nilai emisi Rp 60 miliar, PT. Bank Bukopin dengan nilai emisi Rp 50 miliar, PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI) dengan nilai emisi Rp 200 miliar, PT. Bank Syari’ah Mandiri (BSM) dengan nilai emisi Rp 200 miliar, dan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) dengan nilai emisi Rp 1,5 triliun.
Maraknya penerbitan obligasi syari’ah ini selain mempunyai prospek yang menjanjikan juga karena, kemasan yang ada pada obligasi syari’ah telah menarik minat orang untuk berinvestasi serta telah mempunyai legitimasi dari Dewan Syari’ah Nasional (DSN) akan kebolehannya dengan keluarnya fatwa DSN No. 32/DSN-MUI/IX/ 2002. Selain dijamin akan kehalalan dari investasi obligasi dengan skim syari’ah ini, karena ada syarat-syarat (klausul-klausul) yang harus dipenuhi oleh setiap obligasi syari’ah. Perkembangan yang cukup signifikan dalam investasi obligasi syari’ah tidak hanya di Indonesia saja, tetapi negara lain telah lama berkembang, misalnya Malaysia yang 43% obligasi yang diterbitkan perusahaan-perusahaan sudah memakai pola syari’ah.
Pada akhir Juli 2008, telah ada 31 penerbitan sukuk korporasi di Indonesia dengan nilai total 5,1 triliun. Penerbitan sukuk pertahunnya cenderung tidak stabil atau naik turun. Nilai nominal penerbitan terbesar terjadi pada tahun 2007 (Rp.1.3 triliun) dan 2008 (Rp.1.5 triliun).
Dilihat dari masa jatuh tempo, mayoritas sukuk korporasi di Indonesia memiliki jatuh tempo lima tahun (19 penerbitan). Namun, sukuk dengan masa jatuh tempo hingga 10 tahun juga semakin banyak diterbitkan, mengingat perusahaan asuransi dan dana pensiun termasuk investor utama yang membutuhkan instrumen investasi jangka panjang.
Sukuk korporasi meraih 5% dari pasar obligasi keseluruhan dalam segi  besaran nominal dan meraih 10% dari segi jumlah penerbitan. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan pangsa pasar perbankan syariah (1.7%).
Selain itu, berdasarkan akad yang digunakan, penerbitan sukuk korporasi di Indonesia baru menggunakan akad Mudharabah dan Ijarah. Penerbitan sukuk pertama kali menggunakan akad mudharabah, akad ini dianggap paling memenuhi kepatuhan syariah. Akad ijarah pertama kali digunakan pada tahun 2004 dan sejak saat itu akad ijarah paling banyak dipakai. Hal ini terkait dengan struktur ijarah yang mampu memberikan pengembalian tetap. Sejalan dengan tren obligasi konvensional, dimana suku bunga tetap lebih populer dibandingkan dengan suku bunga mengambang.
Sukuk berdasarkan mudharabah adalah kontrak berdasarkan mudharabah. Dalam sukuk ini si penerbit bertindak sebagai enterpreneur ( mudharib ) dan si pemilik sukuk ( investor ) bertindak sebagai pemilik dana ( shahib al mal ). Si pemilik sukuk ( investor ) akan membayar dana yang dibutuhkan dan disepakati untuk proyek tertentu atau bagian usaha si penerbit selama priode tertentu.
Sukuk ijarah adalah sukuk berdasarkan pada kontrak ijarah. Sekalipun demikian, pada instrument pembiayaan lainnya, sukuk ini tidak hanya melibatkan kontrak ijarah, seperti agensi ( wakalah ), dan jaminan ( kafalah, daman ). Dalam sukuk ijarah si penerbit bertindak sebagai penyewa, pemilik sukuk dan si pemberi sewa. Sekalipun demikian si penerbit terkadang bertindak juga sebagai agen pemilik sukuk untuk merental atau menyewakan aset si penerbit kepihak ketiga.


















BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1992 :
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapakan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Asuransi Syariah ( Ta’min, takaful, Tadhamun ) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapai resiko tertentu melalui akad ( perikatan ) yang sesuai dengan syariah yaitu tidak mengandung gharar, maysir, riba, dzulm, risywah, barang haram, dan maksiat. Adapun akad yang dilakukan peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah  ( mudharabah ) dan akad tabarru’ ( hibah ).
 Prospek untuk asuransi Syariah cukup menjanjikan. Pengamat Ekonomi Syariah menilai tahun 2013 merupakan tahun bagi melejitnya pertumbuhan Asuransi Syariah. Hal ini dikarenakan adanya regulasi yang memudahkan perusahaan Asuransi Syariah dalam memenuhi modal, yaitu sebesar Rp 50 Miliar, lebih kecil bila dibandingkan dengan kewajiban pemenuhan modal bagi Asuransi Konvensional yang sebesar Rp 100 Miliar (dua kali lipat dari kewajiban pemenuhan modal perusahaan Asuransi Syariah). Dengan peraturan tersebut, ketika sebuah perusahaan asuransi belum memiliki modal yang cukup, diharapkan akan banyak perusahaan yang melakukan konversi dari Asuransi Konvensional menjadi Asuransi Syariah. Tentu pertumbuhan ini bukan hanya disebabkan alasan ketidakcukupan modal untuk menjadi perusahaan Asuransi Konvensional, namun yang menjadi harapan adalah semakin berkembang pula produk-produk Asuransi Syariah seiring tumbuhnya jumlah perusahaan Asuransi Syariah.

UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ( UUPM ) :
Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syari’ah dapat diartikan sebagai Pasar Modal yang dalam operasionalnya menerapkan prinsip-prinsip syariah. Adapun yang dimaksud prinsip-prinsip syariah dalam operasional Pasar Modal adalah prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI.
Di indonesia, perkembangan instrumen syariah di pasar modal sudah terjadi sejak tahun 1997. Diawali dengan lahirnya reksadana syariah yang diprakarsai oleh dana reksa. Selanjutnya PT Bursa Efek Jakarta ( BEJ ) bersama dengan PT Dana Reksa Invesment Manajement ( DIM ) meuncurkan Jakarta Islamic Index ( JII ) yang mencakup 30 jenis saham dari emiten-emiten yang kegiatan usahanya memenuhi ketentuan tentang hukum syariah. Penentuan kriteria dari komponen JII tersebut disusun berdasarkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah DIM. 
Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat atau note. Sukuk dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah Penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata cheque dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
Pada awalnya, penerbitan obligasi syari’ah di Indonesia dipelopori oleh PT Indonesian Satelite Corporation Tbk, (Indosat). Ketika itu indosat hanya menawarkan sekitar 10-20 persen saja dari obligasinya dengan skema syari’ah. Dari sejumlah 1 triliun rupiah, kala itu Indosat melempar sekitar 100 miliar rupiah ke pangsa pasar modal syari’ah.

2. Saran

Di indonesia perkembangan lembaga non bank, seperti asuransi syariah, pasar modal syariah, dan sukuk cukup menjanjikan. Dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang signifikan. Namun dengan demkian tetap saja harus ada perbaikan disetiap lembaga-lembaga tersebut. Baik dari segi SDM maupun regulasinya. Agar lembaga-lembaga non bank di indonesia semakin bisa bersaing dan lembaga-lembaga non bank tersebut lebih membuktikan kepada masyarakat bahwa memang lembaga lembaga syariah tersebut sudah benar-benar syariah.























No comments:

Post a Comment