BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini, perkembangan ekonomi Islam di Indonesia bukan hanya perbankan syariah, tapi
sudah menjalar ke bisnis asuransi, bisnis multilevel marketing, bisnis pegadaian,
bisnis perhotelan, bahkan ke pasar modal dan obligasi. Para investor Muslim kini tidak
perlu susah-susah lagi untuk menanamkan modalnya pada suatu jenis usaha, karena
Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah memiliki Jakarta Islamic Index (JII) yang
memuat indeks saham-saham yang masuk kategori halal dan baik.
Meski
ekonomi islam di Indonesia sudah
menunjukkan eksistensinya dalam mengambil perananny, namun, masih
banyak kendala yang dihadapi bagi pengembangan ekonomi Islam di Indonesia. Maka
diperlukan langkah-langkah agar pembumian ekonomi Islam di Indonesia bisa lebih
eksis, tersosialisasi dengan baik dan banyak diminati oleh seluruh elemen,
langkah tersebut adalah diperlukan Sinergitas dari
semua kalangan masyarakat baik itu regulasi, akademisi maupun praktisi harus
terwujud agar tidak ada ketimpangan di dalam membumikan ekonomi Islam di
Indonesia. Peran aktif dari masyarakat umum merupakan faktor penting dalam
pembumian ekonomi Islam.
2. Rumusan Masalah
² Apa pengertian Asuransi, Pasar Modal, dan Obligasi Syari’ah dan Konvensional ?
² Bagaimana prospek pembumian Asuransi Syari’ah, Pasar Modal Syari’ah, dan Sukuk di Indonesia ?
3. Tujuan Penulisan
Untuk
mengetahui perbedaan dari Asuransi, Pasar Modal dan Obligasi Syari’ah dan
Konvensional. Dan untuk mengetahui bagaimana prospek pembumian Asuransi
Syari’ah, Pasar Modal Syari’ah dan Sukuk di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Prospek Asuransi Syariah di Indonesia
setiap manusia diperintahkan untuk
berusaha dalam mencapai tujuan hidup. Dalam kaitannya dengan Asuransi, bukan berarti kehidupan manusia dan segala permasalahannya
dijaminkan melalui perusahaan asuransi dengan membayar premi. Namun,
keikutsertaan dalam menjadi bagian sebagai pemegang polis Asuransi mencirikan usaha manusia yang ingin mencapai masa depan
dengan persiapan yang lebih matang. Keterbatasan manusia yang tidak mampu
mengetahui apa yang terjadi esok disempurnakan oleh pengetahuan Allah swt yang
memerintahkan manusia untuk memperhatikan apa yang telah diperbuatnya kini
untuk waktu berikutnya nanti [QS. Al Hasyr: 18].
Sebelum kita mengetahui pengertian Asuransi syariah, terlebih dahulu kita
mengetahui pengertian Asuransi konvensional.
Asuransi
Konvensional
Berdasarkan
UU No. 2 Tahun 1992 :
Asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapakan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pada dasarnya polis asuransi
adalah suatu kontrak yakni suatu perjanjian yang sah antara penanggung ( dalam
hal ini perusahaan asuransi ) dengan tertanggung. Dimana pihak penanggung
besedia menanggung sejumlah kerugian yang mingkin timbul dimasa yang akan
datang dengan imbalan pembayaran ( premi ) tertentu dari tertanggung.
Fungsi utama dari asuransi
adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko ( Risk transfer mechanism )
yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak ( tertanggung ) kepada pihak lain (
penanggung ), dan dana klaim berasal dari perusahaan asuransi.
Asuransi Syariah
Asuransi Syariah ( Ta’min,
takaful, Tadhamun ) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapai resiko tertentu melalui
akad ( perikatan ) yang sesuai dengan syariah yaitu tidak mengandung gharar,
maysir, riba, dzulm, risywah, barang haram, dan maksiat. Adapun akad yang
dilakukan peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah ( mudharabah ) dan akad tabarru’ ( hibah ).
Asuransi syariah merupakan
sebuah sistem diamana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh
kontribusi atau premi yang mereka bayar yang digunakan untuk membayar klaim
atas musibah yang dialami oleh peserta yang lain. Jika nasabah Asuransi Syariah
mengajukan klaim, maka dana klaim berasal dari rekening tabarru’ ( kebajikan )
seluruh peserta.
Hal utama yang membedakan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional ialah pada Asuransi Syariah terdapat usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong
di antara para pemegang polis melalui dana tabarru’ yang sesuai dengan akad syariah. Sedangkan pada Asuransi
Konvensional yang terjadi adalah transfer
risk, yakni jual beli antara uang premi dengan uang pertanggungan resiko.
Uang premi sudah jelas nilainya, sedangkan uang pertanggungan belum jelas
nilainya sesuai dengan resiko/musibah yang terjadi. Ketidakjelasan pada
Asuransi Konvensional inilah yang belum sesuai dengan syariah karena termasuk dalam kategori gharar.
Prospek untuk asuransi Syariah cukup
menjanjikan. Pengamat Ekonomi Syariah menilai tahun 2013 merupakan tahun bagi melejitnya pertumbuhan Asuransi Syariah. Hal ini dikarenakan adanya regulasi yang memudahkan
perusahaan Asuransi Syariah dalam memenuhi modal, yaitu sebesar
Rp 50 Miliar, lebih kecil bila dibandingkan dengan kewajiban pemenuhan modal
bagi Asuransi Konvensional yang sebesar Rp 100 Miliar (dua kali lipat dari
kewajiban pemenuhan modal perusahaan Asuransi Syariah). Dengan peraturan tersebut, ketika
sebuah perusahaan asuransi belum memiliki modal yang cukup, diharapkan akan
banyak perusahaan yang melakukan konversi dari Asuransi Konvensional menjadi Asuransi Syariah. Tentu pertumbuhan ini bukan hanya
disebabkan alasan ketidakcukupan modal untuk menjadi perusahaan Asuransi
Konvensional, namun yang menjadi harapan adalah semakin berkembang pula
produk-produk Asuransi Syariah seiring tumbuhnya jumlah perusahaan
Asuransi Syariah.
Salah satu produk yang dimiliki Asuransi Syariah, seperti yang terdapat pada PT Allianz Life
Indonesia adalah Asuransi Kesehatan Perorangan (SmartHealth Maxi Violet) yang
memiliki keunggulan seperti penanggungan biaya akomodasi termasuk ruangan ICU,
biaya obat-obatan selama perawatan, biaya tak terduga karena kecelakaan, biaya
ambulan, sampai biaya pembedahan. Produk ini menyediakan fasilitas yang menarik
bagi masyarakat yang ingin menjaga dirinya dari hal-hal yang tidak terduga
terkait dengan kesehatan.
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia
(AASI) memperkirakan pertumbuhan industri asuransi syariah pada 2013 mencapai
30-40 persen. Tahun 2014 juga diperkirakan akan menjadi
puncak pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia. Pertumbuhan ini didorong oleh bertambahnya satu perusahaan
asuransi syariah akibat dua aturan baru di industri tersebut. Kedua aturan
tersebut adalah modal minimal perusahaan dan spin off unit usaha syariah
perusahaan asuransi.
Premi bruto yang berhasil dicetak oleh
asuransi syariah di tahun 2011 sebesar Rp. 4,97 triliun. Hampir sepuluh kali
lipat dari premi yang dibukukan di tahun 2006. Karena hal tersebut, Indonesia
disebut-sebut sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan industri asuransi
syariah tercepat.
2. Pengertian
dan Prospek Pasar Modal Syariah
UU No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal ( UUPM ) :
Pasar Modal adalah kegiatan
yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik
yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek.
Berdasarkan definisi tersebut,
terminologi pasar modal syari’ah dapat diartikan sebagai Pasar
Modal yang dalam operasionalnya menerapkan prinsip-prinsip syariah. Adapun yang
dimaksud prinsip-prinsip syariah dalam operasional Pasar Modal adalah
prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan
oleh DSN-MUI.
Beberapa akad yang digunakan dalam
pasar modal syariah diantaranya :
l Bagi hasil ( syirkah )
- Mudharabah. Mudharabah mengakibatkan
pemilikan harta bagi shahib al mal pada usaha yang dijalankan oleh mudharib.
Pemilikan harta menurut syariah dapat dialihkan melalui hibah dan jual beli.
- Musyarakah. Seperti mudharabah,
musyarakah juga mengakibatkan pemilikan harta bagi musyarik pada usaha yang
dijalankan. Pemilikan harta menurut syariah dapat dialihkan melalui hibah dan
jual beli.
l Jual beli
-Murabahah. Murabahah menghasilkan
kepemilikan harta bagi si pembeli. Jika murabahah tidak dilakukan secara tunai,
maka yang timbul darinya adalah hutang. Sedangkan hutang hanya boleh dijual
belikan pada nilai nominal ( at par ). Hutang yang timbul dari murabahah hanya
bisa diperjualbelikan pada harga yang disepakati ( lebih tinggi atau lebih rendah
) apabila ia terkumpul dalam suatu aset yang kepemilikannya bisa
dperjualbelikan. Hal ini hanya mungkin apabila dilakukan secara mudharabah atau
musyarakah.
- Salam. Jual beli salam mengakibatkan
piutang bagi si pembeli dan hutang barang bagi si penjual. Piutang tidak dapat
diperjualbelikan kecuali pada nilai nominal. Oleh karena itu, seperti
murabahah, ia hanya bisa diperjualbelikan pada harga yang disepakati apabila ia
terkumpul dalam suatu aset yang kepemilikannya bisa diperjualbelikan. Hal ini
hanya mungkin apabila dilakukan secara mudharabah atau musyarakah.
- Istishna. Seperti salam, istishna
mengakibatkan piutang bagi si pembeli dan hutang aset bagi si penjual.
l Sewa
- Ijarah. Ijarah menyebabkan manfaat
aset berpindah kepada penyewa, sedangkan kepemilikan tetap kepada si pemberi
sewa. Pemilik dapat menjual kepemilikannya kepada pihak lain, tapi manfaatnya
tetap dimiliki oleh penyewa sampai jangka waktu penyewaan berakhir. Di sisi
lain, pendapatan sewa tidak lagi untuk pemilik pertama.
- Ijarah muntahiya bittamlik adalah
dua akad yang berurutan, yakni si penyewa dapat membeli aset yang disewakan
setelah masa sewa berakhir.
Di indonesia, perkembangan instrumen
syariah di pasar modal sudah terjadi sejak tahun 1997. Diawali dengan lahirnya
reksadana syariah yang diprakarsai oleh dana reksa. Selanjutnya PT Bursa Efek
Jakarta ( BEJ ) bersama dengan PT Dana Reksa Invesment Manajement ( DIM )
meuncurkan Jakarta Islamic Index ( JII ) yang mencakup 30 jenis saham dari
emiten-emiten yang kegiatan usahanya memenuhi ketentuan tentang hukum syariah.
Penentuan kriteria dari komponen JII tersebut disusun berdasarkan persetujuan
dari Dewan Pengawas Syariah DIM.
Otoritas pasar modal mengklaim pasar
modal syariah Tanah Air telah mengalami perkembangan signifikan dalam 2 tahun
terakhir.
Berdasarkan data PT Bursa Efek Indonesia per Oktober 2013, sejak 2011 terdapat penambahan sebanyak 764 investor syariah, 22 reksa dana syariah reksa dana baru dengan rata-rata pertumbuhan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar 30%, dan peluncuran exchange trade fund (ETF) berbasis syariah pertama di Indonesia.
Berdasarkan data PT Bursa Efek Indonesia per Oktober 2013, sejak 2011 terdapat penambahan sebanyak 764 investor syariah, 22 reksa dana syariah reksa dana baru dengan rata-rata pertumbuhan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar 30%, dan peluncuran exchange trade fund (ETF) berbasis syariah pertama di Indonesia.
3.
Pengertian dan Prospek Sukuk ( Obligasi Syariah )
Obligasi syariah (sukuk) bukan merupakan
istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak
abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan
internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memiliki arti
yang sama dengan sertifikat atau note. Sukuk dipergunakan oleh para pedagang
pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul
dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian,
sejumlah Penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa
Arab menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata cheque dalam bahasa
latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam
transaksi dunia perbankan kontemporer.
Pada awalnya, penerbitan obligasi syari’ah
di Indonesia dipelopori oleh PT Indonesian Satelite Corporation Tbk, (Indosat).
Ketika itu indosat hanya menawarkan sekitar 10-20 persen saja dari obligasinya
dengan skema syari’ah. Dari sejumlah 1 triliun rupiah, kala itu Indosat melempar
sekitar 100 miliar rupiah ke pangsa pasar modal syari’ah. Dalam peluncurannya
respon pasar sangat positif bahkan Indosat mengalami kelebihan permintaan
(oversubscribe) hingga meningkatkan penawaran mudharabahnya menjadi 175 miliar
rupiah. Dengan melihat penerbitan obligasi syari’ah Indosat, diharapkan pangsa
pasar investasi pada instrumen syari’ah akan lebih berkembang. Industri
obligasi syari’ah di Indonesia diharapkan bisa berkembang seperti di Malaysia
yang telah mencapai hasil di atas Rp 3 milliar. Selain itu, potensi investor
dari negara Muslim di seluruh dunia mencapai jumlah di atas US$ 7000 miliar, suatu
jumlah yang tidak sedikit dan sangat signifikan untuk dijadikan pasar yang
perspektif bagi obligasi syari’ah ke depan.
Obligasi syari’ah yang diterbitkan oleh
PT. Indosat saat ini merupakan salah satu obligasi syari’ah yang memberikan
return rata-rata paling tinggi. Dengan return setara rate yang pernah mencapai
20 persen dan terendah 16 persen, obligasi syari’ah PT. Indosat yang
menggunakan akad bagi hasil ini merupakan obligasi syari’ah pertama yang
tercatat di Bursa Efek Surabaya (BES). Melihat suksesnya obligasi syari’ah yang
diluncurkan oleh PT. Indosat Tbk, beberapa emiten menyusul meluncurkan obligasi
syari’ah, diantaranya : PT. Berlian Laju Tanker Tbk dengan nilai emisi Rp 60
miliar, PT. Bank Bukopin dengan nilai emisi Rp 50 miliar, PT. Bank Muamalat
Indonesia Tbk (BMI) dengan nilai emisi Rp 200 miliar, PT. Bank Syari’ah Mandiri
(BSM) dengan nilai emisi Rp 200 miliar, dan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk
(Indofood) dengan nilai emisi Rp 1,5 triliun.
Maraknya
penerbitan obligasi syari’ah ini selain mempunyai prospek yang menjanjikan juga
karena, kemasan yang ada pada obligasi syari’ah telah menarik minat orang untuk
berinvestasi serta telah mempunyai legitimasi dari Dewan Syari’ah Nasional
(DSN) akan kebolehannya dengan keluarnya fatwa DSN No. 32/DSN-MUI/IX/ 2002.
Selain dijamin akan kehalalan dari investasi obligasi dengan skim syari’ah ini,
karena ada syarat-syarat (klausul-klausul) yang harus dipenuhi oleh setiap
obligasi syari’ah. Perkembangan yang cukup signifikan dalam investasi obligasi
syari’ah tidak hanya di Indonesia saja, tetapi negara lain telah lama
berkembang, misalnya Malaysia yang 43% obligasi yang diterbitkan
perusahaan-perusahaan sudah memakai pola syari’ah.
Pada akhir Juli 2008, telah ada 31 penerbitan sukuk
korporasi di Indonesia dengan nilai total 5,1 triliun. Penerbitan sukuk
pertahunnya cenderung tidak stabil atau naik turun. Nilai nominal penerbitan
terbesar terjadi pada tahun 2007 (Rp.1.3 triliun) dan 2008 (Rp.1.5 triliun).
Dilihat dari masa jatuh tempo, mayoritas sukuk korporasi
di Indonesia memiliki jatuh tempo lima tahun (19 penerbitan). Namun, sukuk
dengan masa jatuh tempo hingga 10 tahun juga semakin banyak diterbitkan,
mengingat perusahaan asuransi dan dana pensiun termasuk investor utama yang
membutuhkan instrumen investasi jangka panjang.
Sukuk korporasi meraih 5% dari pasar obligasi
keseluruhan dalam segi besaran nominal dan meraih 10% dari segi jumlah
penerbitan. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan pangsa pasar
perbankan syariah (1.7%).
Selain itu, berdasarkan akad yang digunakan,
penerbitan sukuk korporasi di Indonesia baru menggunakan akad Mudharabah dan Ijarah. Penerbitan sukuk pertama kali menggunakan akad mudharabah,
akad ini dianggap paling memenuhi kepatuhan syariah. Akad ijarah pertama kali
digunakan pada tahun 2004 dan sejak saat itu akad ijarah paling banyak dipakai.
Hal ini terkait dengan struktur ijarah yang mampu memberikan pengembalian
tetap. Sejalan dengan tren obligasi konvensional, dimana suku bunga tetap lebih
populer dibandingkan dengan suku bunga mengambang.
Sukuk berdasarkan mudharabah adalah kontrak berdasarkan
mudharabah. Dalam sukuk ini si penerbit bertindak sebagai enterpreneur (
mudharib ) dan si pemilik sukuk ( investor ) bertindak sebagai pemilik dana (
shahib al mal ). Si pemilik sukuk ( investor ) akan membayar dana yang
dibutuhkan dan disepakati untuk proyek tertentu atau bagian usaha si penerbit
selama priode tertentu.
Sukuk ijarah adalah sukuk berdasarkan pada kontrak
ijarah. Sekalipun demikian, pada instrument pembiayaan lainnya, sukuk ini tidak
hanya melibatkan kontrak ijarah, seperti agensi ( wakalah ), dan jaminan (
kafalah, daman ). Dalam sukuk ijarah si penerbit bertindak sebagai penyewa,
pemilik sukuk dan si pemberi sewa. Sekalipun demikian si penerbit terkadang
bertindak juga sebagai agen pemilik sukuk untuk merental atau menyewakan aset
si penerbit kepihak ketiga.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1992
:
Asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapakan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Asuransi Syariah ( Ta’min,
takaful, Tadhamun ) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapai resiko tertentu melalui
akad ( perikatan ) yang sesuai dengan syariah yaitu tidak mengandung gharar,
maysir, riba, dzulm, risywah, barang haram, dan maksiat. Adapun akad yang
dilakukan peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah ( mudharabah ) dan akad tabarru’ ( hibah ).
Prospek untuk asuransi Syariah cukup menjanjikan. Pengamat Ekonomi Syariah menilai tahun 2013 merupakan tahun bagi melejitnya pertumbuhan Asuransi Syariah. Hal ini dikarenakan adanya regulasi yang memudahkan perusahaan
Asuransi Syariah dalam memenuhi modal, yaitu sebesar
Rp 50 Miliar, lebih kecil bila dibandingkan dengan kewajiban pemenuhan modal
bagi Asuransi Konvensional yang sebesar Rp 100 Miliar (dua kali lipat dari
kewajiban pemenuhan modal perusahaan Asuransi Syariah). Dengan peraturan tersebut, ketika
sebuah perusahaan asuransi belum memiliki modal yang cukup, diharapkan akan
banyak perusahaan yang melakukan konversi dari Asuransi Konvensional menjadi Asuransi Syariah. Tentu pertumbuhan ini bukan hanya
disebabkan alasan ketidakcukupan modal untuk menjadi perusahaan Asuransi
Konvensional, namun yang menjadi harapan adalah semakin berkembang pula
produk-produk Asuransi Syariah seiring tumbuhnya jumlah perusahaan
Asuransi Syariah.
UU No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal ( UUPM ) :
Pasar Modal adalah kegiatan
yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik
yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek.
Berdasarkan definisi tersebut,
terminologi pasar modal syari’ah dapat diartikan sebagai Pasar
Modal yang dalam operasionalnya menerapkan prinsip-prinsip syariah. Adapun yang
dimaksud prinsip-prinsip syariah dalam operasional Pasar Modal adalah
prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan
oleh DSN-MUI.
Di indonesia,
perkembangan instrumen syariah di pasar modal sudah terjadi sejak tahun 1997.
Diawali dengan lahirnya reksadana syariah yang diprakarsai oleh dana reksa.
Selanjutnya PT Bursa Efek Jakarta ( BEJ ) bersama dengan PT Dana Reksa
Invesment Manajement ( DIM ) meuncurkan Jakarta Islamic Index ( JII ) yang
mencakup 30 jenis saham dari emiten-emiten yang kegiatan usahanya memenuhi
ketentuan tentang hukum syariah. Penentuan kriteria dari komponen JII tersebut
disusun berdasarkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah DIM.
Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memiliki arti yang
sama dengan sertifikat atau note. Sukuk dipergunakan oleh para pedagang pada
masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari
usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah
Penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab
menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata cheque dalam bahasa latin,
yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi
dunia perbankan kontemporer.
Pada
awalnya, penerbitan obligasi syari’ah di Indonesia dipelopori oleh PT
Indonesian Satelite Corporation Tbk, (Indosat). Ketika itu indosat hanya
menawarkan sekitar 10-20 persen saja dari obligasinya dengan skema syari’ah.
Dari sejumlah 1 triliun rupiah, kala itu Indosat melempar sekitar 100 miliar
rupiah ke pangsa pasar modal syari’ah.
2. Saran
Di indonesia perkembangan lembaga non bank, seperti
asuransi syariah, pasar modal syariah, dan sukuk cukup menjanjikan. Dari tahun
ketahun mengalami peningkatan yang signifikan. Namun dengan demkian tetap saja
harus ada perbaikan disetiap lembaga-lembaga tersebut. Baik dari segi SDM
maupun regulasinya. Agar lembaga-lembaga non bank di indonesia semakin bisa
bersaing dan lembaga-lembaga non bank tersebut lebih membuktikan kepada
masyarakat bahwa memang lembaga lembaga syariah tersebut sudah benar-benar
syariah.
No comments:
Post a Comment